Mengenang Radio

Menilik pemberitaan di www.cnn.com yang dilansir pada Sabtu, 07/01/2017 23:01 WIB berjudul “Norwegia Bakal Jadi yang Pertama Tutup Jaringan Radio FM”, ternyata perkembangan radio sebagai salah satu tiang utama kehadiran media massa sangatlah pesat.       
Sejak kehadirannya pada abad 19 hingga beberapa dekade kedepanya, radio menjadi satu-satunya produk media massa yang mampu menyajikan pemberitaan lebih cepat dibandingkan lainnya terutama media cetak dan televisi, sebelum internet mengambil alih. Bahkan dari sisi audiensnya, radio merupakan media massa yang mampu mengambil ceruk audiens yang sudah tersegmentasi. Berbeda dengan dua media massa besar lainnya yang menyasar beragam audiensnya untuk bisa berkembang.
Era internet membawa angin baru dalam bidang informasi dan juga memberikan imbas kepada radio. Setelah beberapa dekade hadir dalam siaran analog yang memakai gelombang AM dan FM, pada akhir 90-an sudah diperkenalkan produk radio secara digital.
Meskipun saat ini, radio tidak lagi menjadi pilihan bagi masyarakat untuk mendapatkan informasi dan hanya bersifat hiburan, namun fungsi serta penerapan radio masih dibutuhkan terutama menemani perjalanan jauh.
Kehadiran radio digital, menyusul televisi yang sudah melakukan streaming via internet, tentu saja menambah paradigma pencarian informasi. Dimana kehadiran radio digital memiliki kelebihan dibanding radio analog.
Pada radio analog, audiens hanya mampu mendengar informasi, lagu-lagu sebagai hiburan, juga terjadi relasi timbal balik antara pendengar serta penyiar. Pada radio digital, terjadi penambahan yang lebih memudahkan pendengar untuk mengetahui tentang informasi lagu, kondisi lalu lintas atau cuaca, serta informasi ringan lainnya seperti nomor telepon maupun alamat lengkap radio penyiar yang bisa disampaikan melalui Dynamic Label Segment (DLS).
Bahkan diklaim radio digital dinilai lebih efisien dari segi biaya dan menghasilkan kualitas yang lebih baik dibandingkan dengan radio analog. Dengan biaya yang sama, radio digital mampu memuat delapan kali lebih banyak stasiun radio ketimbang dengan jaringan FM.
Dengan penerapan siaran yang ditransisikan ke Digital Audio Broadcasting (DAB), radio digital akan menawarkan hingga puluhan stasiun secara nasional dan memiliki jangkau yang lebih luas. DAB bukanlah teknologi baru, mengingat telah diperkenalkan sejak 1981 oleh konsorsium penyiaran Eropa di Institut für Rundfunktechnik (IRT). Radio ini bekerja dengan menggabungkan sejumlah data audio ke dalam satu kanal penyiaran.
Sebelum dikirim, audio akan melewati sistem kompresi suara dengan algoritma tertentu. Berkat teknik ini, suara yang dihasilkan radio digital bisa lebih jernih ketimbang radio AM/FM. Berbeda dengan radio online, dimana pendengar hanya dapat mendengarkan siaran asalkan tersambung dengan internet. Radio digital tidak membutuhkan internet, sama halnya dengan radio AM/FM yang membutuhkan kotak radio khusus. Namun, gelombang penerima yang diterima oleh radio digital berbeda dengan radio AM/FM.
Sedangkan di radio analog yang bermain di frenkuensi AM/FM, gelombang siaran terkadang terhambat pada pengiriman gelombang yang terhalang dinding, bangunan, dan bukit yang bisa memantulkan balik gelombang. Akibatnya, terkadang siaran yang diterima resistor kurang kuat. Pada radio digital, gelombang yang dikirimkan lebih bersih karena terjadi proses penyaringan sehingga siaran yang diterima sangat bersih.
Tidak hanya itu, pada radio digital, pencarian frenkuensi lebih mudah karena langsung menyesuaikan pada frenkuensi terkuat untuk kemudian dikunci. Sedangkan pada radio analog, audiens perlu mengutak-atik dial analog untuk menemukan frenkuensi terkuat yang bisa diterima. Sehingga dalam kondisi apapun, suara yang dihasilkan tetaplah bagus.
Pada berita tersebut, Norwegia akan menerapkan sepenuhnya radio digital menggantikan kanal FM yang kemudian segera diikuti negara lain oleh negara lain seperti Inggris, Swiss, dan Denmark. Ketiga negara ini sedang mengamati apa yang nanti terjadi di Nowergian setelah kebijakan ini dilaksanakan. Swiss berencana menerapkannya pada 2020 nanti. Sedangkan Inggris akan melakukan hal yang sama bila pendengar radio digital mencapai angka 50 persen yang diperkirakan terjadi di akhir 2017 ini.
Pertanyaan sekarang, apakah kehadiran radio dalam bentuk digital ini akan mematikan bentuk radio sebelumnya yang bersifat analog?
Secara umum, sekarang ini keberadaan radio analog masih sangatlah dibutuhkan oleh audiens yang belum memiliki kemampun untuk memiliki perangkat digital. Terutama pada negara-negara yang dikategorikan negara berkembang. Keberadaan radio analog masih sangat dibutuhkan karena siaran yang dikirimkan mampu menjangkau lebih banyak wilayah tentu saja dengan dibantu penguatan sinyal.
Sesuai dengan teori “Kovergensi Media”, keberadaan media yang sudah ada tidak akan pernah mati namun berkembang mengikuti era yang terjadi. Radio tidak akan mati, namun berubah bentuk dan untuk bisa berkembang dibutuhkan lebih banyak peralatan modern serta SDM yang mampu mengikutinya.
Radio adalah media massa yang memiliki karakter khusus dibandingkan media cetak maupun televisi. Selain proses interaksi yang aktif dalam segmen yang ditentukan, radio bisa dinikmati pendengarnya sambil melakukan aktivitas lainnya. Ini berbeda dengan cetak, televisi, maupun internet yang dimana membutuhkan konsentrasi penuh dari audiensnya.
Dalam sejarahnya radio adalah satu-satunya media massa yang mampu mengsugesti pendengarnya dan mengakibatkan kepanikan massal secara singkat.
Seperti yang terjadi di Amerika Serikat pada 1983, disiarkan secara langsung pukul 8 malam lewat radio CBS, Orson Welles menyampaikan laporan cuaca yang dibumbuhi narasi dan bantuan efek suara yang seolah-olah menggambarkan adanya serangan dari Mars dan berhasil membunuh 7.000 tentara. Karena narasi yang disiarkan mampu memberi gambaran sesuai kenyataan, banyak pendengar yang terbawa suasana dan panik dengan mengambil keputusan untuk keluar kota demi keamanan.
Siaran yang terkenal dengan sebutan “Wars Of The World” ini sampai sekarang masih menjadi kajian para ahli komunikasi dan menjadi kebanggaan bagi radio sendiri mengenang masa jayanya.
Demikian juga di Indonesia, pada awal 80-an hingga 90-an, pendengar masih terpana dan terpaku di depan radio untuk mengikuti berbagai sandiwara radio yang disiarkan berbagai stasiun. Memang tidak menghasilkan kehebohan maupun kepanikan di masyarakat, namun ini membuktikan bahwa jika siaran radio dikemas secara baik akan mampu merangsang daya imajinasi pendengarnya untuk turut serta ikut dalam cerita yang dibawakan.
Dewasa ini fungsi radio hanya sekedar sebagai media untuk mencari hiburan, jika pun untuk informasi maka yang disajikan ke pendengar adalah informasi ringan dan berkaitan dengan kehidupan sekitar para audiensnya. Tapi keberadaan radio tidak akan pernah mati. Tentu saja akan berevolusi. Radio memiliki kekuatan yang tidak pernah dimiliki oleh media massa lainnya. Radio mampu membentuk audiensnya sendiri dan menjadikan mereka pengemar yang cukup fanatik.
Pribadi, meskipun penulis belum merasakan kehadiran radio digital secara langsung, namun melihat gambaran perbedaan yang diberikan, rasanya ada satu kekuatan radio analog yang tidak akan pernah tergantikan. Pergeseran dial analog atau biasa dinamakan “tunning” untuk mendapatkan sinyal kuat dari siaran yang didengarkan adalah kenikmatan tersendiri. Kepekaan pendengaraan serta hasrat untuk memutar tunning maju mundur pada saat waktu luang adalah modal utama. Bayangkan, saat mendengar lagu favorit diperdengarkan sebuah stasiun radio namun karena kurang kuatnya sinyal, kita akan memutar tunning agar sesuai dengan sinyal terkuat.
Selain itu, mendengar suara “kresek-kresek” saat mendengarkan radio analog adalah sesuatu yang bagi penulis menenangkan pikiran. Ini tidak akan pernah didapatkan pada radio digital karena tunning sudah digantikan tombol-tombol yang akan mencari sinyal terkuat untuk kemudian dikunci. Sehingga fungsi tunning dan suara kresek-kresek tidak akan pernah didapatkan lagi.

Salam “Kere-Hore”

Komentar

Postingan populer dari blog ini

‘Dua Jaya’, Penambal Ban Paling Ampuh se-Kota Genteng

Bertobat Jangan Setengah-setengah

Sekilas Tentang Kematian Media Cetak