‘Dua Jaya’, Penambal Ban Paling Ampuh se-Kota Genteng
Berkunjunglah ke Genteng, Banyuwangi. Carilah Hotel Ramayana. Menempel dinding sebelah barat, di sanalah bengkel tambal ban itu berada. Sudah hampir 30 tahun lebih lamanya bengkel itu di sana. Melayani pelanggan dengan setia.
Mungkin sampai sekarang tidak banyak yang tahu nama usaha bengkel tambal ban itu. Mereka hanya kenal, pemilik bengkel itu bernama ‘Subandi’ atau biasa dipanggil Bandi. Sesuai namanya, beliau adalah penambal ban yang sampai sekarang masih dikenal di kota kecil nan penuh mobilitas itu.
Bandi adalah bapakku. Beliau anak sekaligus anak mantu dari kakek-kakekku yang dulu juga menjalankan bengkel. Almarhum Mbah Jamal, ayah dari Bapak membuka bengkel sepeda angin. Sedangkan almarhum Mbah Muhkin, ayah dari Mak Muhayah membuka bengkel tambal ban.
Aku adalah ada ketiga dari lima bersaudara. Empat laki-laki dan satu perempuan. Dari sekolah dasar hingga sekolah menengah atas, kehidupan empat anak laki-laki tidak terpisahkan dari bengkel tersebut. Uang saku kami berasal dari bekerja di bengkel itu.
Saudari perempuan kami, mendapat bagian dari apa yang kami dapat. Tentunya bila nilainya berlebih.
‘Dua Jaya’, nama asli bengkel itu dan tertulis dalam nota resmi pembayaran jasa. Dulu, bengkel itu menjadi jujugan berbagai kasus-kasus tentang ban yang rumit. Banyak kasus yang terselesaikan dengan memuaskan. Sehingga banyak pelanggan.
Bengkel tambal ban 'Dua Jaya', penambal ban paling ampuh.
Sampai sekarang saya tidak memiliki keberanian kenapa bengkel tambal ban tersebut diberi nama usaha ‘Dua Jaya’. Saya belum berani.
Dulu milik Bapak Bandi berada di depan kantor Pegadaian atau tepatnya sekarang menjadi lokasi Bank mandiri. Lama berada di sana, bengkel tersebut harus berpindah karena penataan kota.
Bengkel kami berpindah ke depan atau seberang jalan lokasi sekarang. Namun karena kurang strategis atau ada larangan karena itu merupakan tanah negara. Bapak memutuskan menyewa lahan kosong dari pemilik rumah sebelah utara.
Kami sekeluarga bersyukur masih diberi kesempatan sampai sekarang berusaha di sana dan kebaikan hati pemilik tanah kami balas sebaik-baiknya.
Saat ini, kakak pertama saya yang menjalankan bengkel ban tersebut. Bapak, sendiri sudah membuka bengkel lainnya, satu kilometer arah barat dibantu cucu-cucu laki-lakinya. Prinsipnya sama, kalau tidak punya uang saku atau uang jajan, keturunan laki-laki harus bekerja sepulang sekolah.
Dulu bengkel ban itu sama seperti bengkel ban lainnya. Menambal ban bocor dari sepeda angin, sepeda motor, mobil bahkan truk. Kemudian di sela-selanya diselingi jual beli ban, baik luar maupun dalam, bekas.
Bekerja di jalan harus berani melakukan apapun. Mulai dari mengerahkan tenaga membongkar ban truk besar yang dalam sehari bisa mencapai 10 biji. Sampai diminta menjualkan ban luar truk, hasil colongan para supir-supir luar kota sisi barat. Apapun itu, pasti dilakukan asal tidak dilaporkan sebagai tindak kejahatan.
‘Penambal Ban Paling Ampuh’ disematkan ke para pekerja bengkel karena cara kerjanya yang profesional.
Pengalaman, saya bisa menentukan ban dalam bocor karena apa. Paku sekecil apapun dan tak kasat mata, bisa kami temukan dan atasi hingga pemilik ban tidak lagi mengalami kebocoran berhari-hari.
Tak hanya itu pula, kami bisa mengakali robek besar pada ban dalam jika pemilik belum memiliki uang untuk membeli ban pengganti, baik bekas maupun baru. Kami punya teknik sendiri yang bisa menjamin, ban dalam tersebut masih bisa dipergunakan hingga pemilik memiliki uang membeli pengantinya.
Bapak saya, Subandi, masih beraktifitas di bengkel tambal bannya.
Kami juga memiliki teknik memasang saluran angin di ban dalam, biasa disebut dop, jika terjadi kerusakkan. Hasil kerja bengkel ban ini diakui dan menjadi rujukan jika ada kasus-kasus yang tidak bisa ditangani bengkel ban lainnya.
Bengkel ini sampai hari ini masih berdiri dan melayani pelanggan. Tidak sekedar menambal ban saja, kakak saya berhasil melakukan diversifikasi usaha yang belum pernah dilakukan bengkel tambal ban lainnya. Ada ceruk ekonomi dari penjualan mobil bekas yang belum tergarap.
Iya, kakak saya berhasil menemukan metode penambalan ban luar yang sangat-sangat luar biasa tahan lamanya. Tentunya ban ini harus menggunakan ban dalam, bukan tubles.
Dengan kondisi antara 50-75 persen, para penjual mobil bekas menjadikan ban-ban ini sebagai daya tarik bagi pembeli karena kondisinya yang bagus yang harganya masih terjangkau.
Banyak pengalaman dan pembelajaran dari bengkel ini saya peroleh selama sembilan tahun bekerja paruh waktu di sana. Ada uang yang saya pegang setiap hari. Ada kesetiaan pada profesi yang dijalankan sepenuh hati. Ada cerita-cerita bersama kawan sekolah yang menemani bekerja.
Tapi yang pasti, ini tidak hanya sekedar bengkel mencari nafkah. Baik bagi keluarga saya, maupun orang lain, saya kira bengkel ini menjadi ruang baca.
Mungkin di Kota Genteng, penambal ban satu-satunya yang membeli koran setiap hari adalah bapak saya, Subandi. Namun tidak semua tahu, bapak adalah orang yang rapi dalam membaca koran.
Sebagai pembeli, sudah sewajarnya bapak menjadi pembaca pertama koran yang dibelinya. Tidak boleh ada orang lain yang boleh membaca sebelum beliau selesai. Sesiang apapun, kalau belum dibaca bapak, koran tersebut tidak boleh dikeluarkan dari kios penyimpanan perkakas.
Barulah sesudah beliau tuntas membaca, koran tersebut boleh dibaca banyak orang. Dengan catatan, selesai membaca koran harus dikembalikan sesuai dengan urutan halamannya. Tidak boleh terpisah-pisah.
Karena saat itu masih belum banyak saluran media informasi seperti sekarang, koran bapak menjadi wadah informasi tunggal bagi banyak orang. Tak sekedar pelanggan, namun juga tetangga atau teman-teman sekolah yang suka membaca, khususnya berita bola.
Bengkel itu tengah mencari pewaris generasi keempat. Saya tidak tahu siapa yang akan meneruskan. Kalaupun harus tutup, saya pribadi dengan rela hati dan memastikan bengkel tersebut telah berjasa bagi Kota Genteng.
Bapak saya, Subandi, dibantu salah satu cucu laki-laki beraktifitas di bengkelnya.
Setidaknya menyumbang satu cerita yang nanti akan terus dibicarakan oleh orang-orang yang pernah menjadi pelanggannya.
Saya, salah satu murid dari Penambal Ban Paling Ampuh. Pesannya sangat jelas ‘Carilah Dengan Matamu, Jangan Dengan Mulutmu’.
Dari bengkel itulah, saya berkenalan dengan wartawan Koran Surya. Saya memutuskan memilih profesi yang mencari dengan mulut setelah melihat dan memahami kondisi yang dihadapi. Saya sekarang wartawan yang mendokumentasikan cerita dan peristiwa.
Komentar
Posting Komentar