Tanpa Hiburan Malam, Parangtritis Berakhir
Suasana Pemberian Surat Peringatan Penutupan Rumah
Karaoke Di Parangtritis. DOK
Senin (23/10) lalu saya mendahului ke arah pantai rombongan
gabungan Satpol PP, Polres, dan TNI Kabupaten Bantul yang sedang melakukan
rapat kordinasi untuk penyerahan surat peringatan di kelurahan Parangtritis,
Kretek. Seperti biasa, wanita paruh baya yang biasa dipanggil Mbok Anik ini
tersenyum dan menyapa renyah saat saya tiba di depan rumahnya meskipun belum
turun dari motor.
Saya diterima di ruang tamunya yang panas karena tidak
ada ventilasi utama. Tanpa ditanya, karena profesi saya, dia lantas menanyakan apakah
hari itu jadi surat peringatan untuk menutup rumah karaoke di pesisir
Parangtritis diserahkan.
Saya menjawab pasti dengan kata-kata iya.
“Semua ini hanya gara-gara masalah pribadi, sehingga
semua orang yang mencari rejeki di sini harus kehilangan mata pencahariannya,”
jelasnya sambil melihat keluar.
Kemudian cerita mengalir lancar dari bibir wanita yang
sudah belasan tahun menetap di sana.
Dua minggu sebelumnya, terjadi cekcok antara pemuda
kampung dengan salah satu rekan dari pemilik rumah karaoke yang berujung
pengeroyokan. Tidak terima karena kalah dan mengalami luka, bersama dengan
puluhan pemuda kampung lainnya lantas melakukan pengerusakan terhadap rumah
karaoke yang bersangkutan.
“Itu bukan pengerusakan, tapi penjarahan. Selain alat
karaoke, banyak teman-teman LC (Lady Court/Pemandu Lagu) mengaku kehilangan
handphone serta celengan yang setiap malam dikumpulkan usai menerima tamu,’
jelas Mbok Anik.
Wanita yang mengaku sudah tidak lagi memiliki rumah
karaoke ini menyambung, bahwa untuk bisa mendapatkan penghasilan beberapa
pengelola beserta LC-nya memilih memindahkan usahanya ke Panggang, Gunungkidul
yang hanya sepelemparan batu dan Pantai Samas sebagai daerah pemasaran baru.
Akibat kejadian naas itulah, dua hari pasca kerusuhan,
sebanyak 41, info yang saya dapat malah ada 75, rumah karaoke dinyatakan harus tutup.
Hingga hari ini tidak ada yang berani buka. Kondisi di sana masih sepi pada
malam hari. Pendapatan masyarakat sepenuhnya mengandalkan dunia wisata yang
hanya ramai pada akhir pekan.
Tidak lama rombongan petugas yang dipimpin Sekertaris
Satpol PP Bantul Jati Banyubroto datang. Mereka mendatangi satu-persatu rumah
yang diduga menjadi ruang karaoke dan memberikan surat peringatan yang intinya pengelola
harus menutup sendiri dalam jangka waktu 14 hari.
“Keberadaan 41 rumah karaoke ini ilegal karena melanggar Peraturan Daerah
(Perda) nomor 4 tahun 2011 tentang Izin Bangunan Gedung dan Perda nomor 4 tahun
2014 tentang Penyelenggara Tanda Daftar Usaha Pariwisata,” kata Jati ketika
dicegat rekan-rekan.
Saya mencoba mengorek
informasi lebih lanjut.
Jati menceritakan
sebenarnya keberadaan rumah karaoke ini pernah ditutup resmi dan sepihak oleh
Pemkab Bantul pada 2013 lalu. Jati mengakui karena lemahnya pengawasan dari
aparat, rumah-rumah karaoke bermunculan kembali perlahan-lahan.
Biasanya, bermula dari
pemberian ijin kepada satu rumah karaoke lalu pengelola yang lain ikut-ikutan
membuka. Jati tidak menampik, bahwa selama ini pihaknya menduga rumah karaoke
ini hanyalah kedok untuk penjualan minuman keras dan PSK. Sebab beberapa kali
dalam razia, jajarannya menemukan keduanya dan diajukan ke pengadilan.
“Apakah kemunculan rumah
karaoke kembali, yang nyata-nyata dilarang sejak empat tahun lalu ada aparat
yang bermain?” tanya saya.
Jati yang bertugas
belasan tahun di Satpol PP hanya tersenyum dan memberi tanda bahwa itu sudah
menjadi rahasia umum. Jadi tidak usah diekpos di media massa karena tidak
pernah ada bukti.
“Seharusnya izin resmi
dikeluarkan oleh Dinas Pariwisata, namun kami tidak pernah mendapatkan laporan
tentang berapa usaha rumah karaoke yang sudah berizin. Jika tidak berizin kan
artinya illegal dan kami berhak menindak,” katanya diplomatis.
Kedepan, Jati berharap
Dinas Pariwisata segera melakukan perencanaan yang tepat terkait keberadaan
rumah karaoke di Parangtritis. Jika memang dianggap dapat mendongkrak
kedatangan wisatawan dan tentunya akan meningkatkan pendapatan daerah.
Senada, Kepala Desa
Parangtritis Topo menegaskan bahwa keberadaan rumah karaoke di wilayahnya
semuanya illegal karena tidak pernah mengurus izin. Bahkan kehadiran tamu-tamu
pada malam hari ini tidak membayar retribusi yang sudah ditetapkan.
“Rumah karaoke ini sumber
maksiat dan merusak lingkungan karena selain menjadi kedok peredaran miras dan
pelacuran. Kehadiran para perempuan nakal yang sehari-hari berpakaian minim
mengajarkan hal-hal jorok kepada generasi muda kami,” katanya.
Sebagai gambaran besarnya.
Kawasan Parangtritis adalah ikon pariwisata DI Yogyakarta selain Malioboro dan
Keraton. Jadi jika belum ke Parangtritis maka bisa dianggap belum ke DI
Yogyakarta.
Memiliki pemandangan
matahari terbenam yang memukau, Parangtritis juga diberi anugrah pemandangan
indah Samudra Hindia yang terbentang lebar dengan ombak di beberapa titik yang bersahabat.
Saat libur panjang,
Parangtritis akan penuh sesak. Saat hari biasa, hanya akhir pekan yang menjadi
andalan warga untuk mendapatkan pemasukkan dari wisatawan.
Tapi, sebagai sebuah
kawasan spritual, Parangtritis menjadi magnet kuat bagi pelaku Kejawen. Setiap
Selasa Kliwon dan Jumat Kliwon, ribuan orang tumplek blek pada malam hari untuk
melakukan ritual. Ramainya pengunjung pada malam hari ibarat lampu yang menarik
bagi kupu-kupu liar mendulang rejeki dengan memperdagangkan tubuhnya.
Dua hari setelahnya, saya
mencoba menelponnya dan mengajak bertemu untuk mencari tahu apa yang sebenarnya
terjadi di balik penutupan rumah karaoke di sana. Dia bersedia dan mengajak bertemu
di salah satu warung sambil menikmati bir.
Dia salah satu tokoh Parangtritis
yang dekat dengan pemerintah dan pengelola hiburan malam. Dia berani cerita
karena menganggap saya saudara.
“Semua ini berawal dari
persaingan bisnis yang dimiliki orang-orang yang dekat dengan penguasa Bantul,”
katanya datar.
Katanya, penguasaan usaha rumah karaoke ini
dibagi dua wilayah besar dengan Puri Cemeti sebagai garis tengahnya. Sisi timur
para pengelola berada di bawah salah satu tokoh partai penguasa dan sisi barat
dikuasi orang dekat Bupati saat ini.
Rumah karaoke di sisi
timur sepi pengunjung karena tidak mampu menyediakan keinginan konsumen
terutama soal peralatan karaoke. Di tengah kemajuan teknologi, pengusaha di
bagian timur masih mengandalkan DVD player sebagai alat karaoke sedangkan di
sisi barat sudah beralih ke komputer yang lebih modern layaknya usaha karaoke
keluarga di tengah kota.
Akibatnya, konsumen
memilih lari ke sisi barat dan LC-nya tentu saja lebih memilih ke tempat ramai
di bandingkan tempat yang sepi.
“Padahal keduanya
menyetor upeti ke aparat dengan besaran yang sama bulannya. Upeti yang saya
tahu mencapai jutaan rupiah per bulannya agar usaha bisa terus berjalan tanpa
gangguan. Itu belum sumbangan sosia ke warga,” ujarnya.
Untuk merusak dominasi
ini, tidak mungkin menggunakan tangan aparat yang menerima upeti. Cara terbaik
adalah menggunakan warga dan berhasil.
Setelah semua tutup, barulah
permainan sesungguhnya akan dimulai. Dimana akan dilakukan lobi-lobi untuk mencari
ijin pembukaan rumah karaoke di satu kawasan saja, sedangkan di kawasan lainnya
di tutup.
Ini cerita menarik dan
tidak semua orang tahu.
“Saya yakin dalam dua
tiga bulan ke depan, entah di barat atau timur pasti muncul kembali rumah
karaoke seperti semula. Warga di sini tidak bisa hidup hanya dengan
mengandalkan uang dari wisatawan rutin. Putaran uang malam hari sangat menarik
untuk dinikmati,” lanjutnya.
Saya mengamini apa yang
disampaikannya. Semua ceritanya jika ditelusuri dengan logika masuk akal dan tapi
tidak bisa dibuktikan.
Warga Bantul akan merasa
kejauhan jika harus ke Utara (Kota Yogyakarta/Sleman) untuk bisa menikmati
hiburan malam dengan bebas. Terlalu jauh dan penuh resiko jika harus berangkat
ke sana kemudian pulang dalam keadaan setengah sadar, lanjutnya. Peluang inilah
yang akan dimanfaatkan untuk mendulang kembali pendapatan dari rumah karaoke di
Parangtritis yang dari Kota Bantul hanya berjarak 15 Km.
“Tanpa adanya hiburan
malam, Parangtritis akan mati,” katanya mengakhir ceritanya.
Saya diam dan tidak lama
kemudian berpamitan pulang setelah menandaskan dua botol.
Di perjalanan saya ingat
sebuah teori salah satu tokoh pariwisata di Bali.
Sebuah kawasan akan maju
dunia pariwisatanya jika memiliki tiga S. S pertama adalah Sand, pasir yang
berarti lautan. S kedua Sunset atau Sunrise. Dan S terakhir adalah Seks.
“Bali memiliki 3S yang
menunjang kemajuan dunia pariwisata. Dan itu tidak kami pungkiri. Kami harus
hidup berdampingan, terutama untuk seks yang tentu saja berhubungan dengan
pelacuran,” kata tokoh yang saya temui beberapa tahun lalu.
DI Yogyakarta juga
memiliki 3S. Bahkan dengan ikon keraton Jawanya, Kota Gudeg ini seharusnya
mampu mengalahkan Bali. Tapi S terakhir tidak diakui secara formalitas.
Sarkem, lokalisasi
terbesar lebih banyak diakses oleh para wisatawan yang datang hanya ingin
memenuhi hasrat biologisnya. Warga Kota Yogyakarta atau Sleman pasti enggan
datang karena takut dikenal.
Satu-satunya tempat yang
aman adalah Parangtritis, pantai spiritual yang penuh dengan kenikmatan.
BalasHapusObat Aborsi Di Sleman
Obat Cytotec Asli Di Sleman
Obat Penggugur kandungan Di Sleman
Cytotec Asli Di Sleman
Jual Obat Aborsi Di Sleman
Obat Peluntur janin Di Sleman
Obat Pelancar Haid Di Sleman
Obat Telat Datang Bulan Di Sleman
WA: 0822 7999 9433
BBM: DDB2 E229
WEBSITE RESMI: https://penggugur-janin.com/
Obat Aborsi Di Bantul
BalasHapusObat Cytotec Asli Di Bantul
Obat Penggugur Kandungan Di Bantul
Jual Obat Aborsi Di Bantul
Cytotec Asli Di Bantul
Obat Aborsi Cod Di Bantul
Obat Pelancar Haid Di Bantul
Obat Terlambat Datang Bulan Di Bantul
Obat Peluntur Janin Di Bantul
Obat Cytotec Asli
Obat Aborsi
Jual Obat Cytotec Asli
Cytotec Asli
Jual Obat Aborsi
Obat Peluntur Janin
Obat Penggugur Kandungan
Obat Terlambat Datang Bulan
Obat Pelancar Haid
WA: 081215199699
https://api.whatsapp.com/send?phone=6281215199699&text=Halo%20Admin%20Saya%20Mau%20Order%20Obat%20Aborsi