Bersama Botollah, Kenangan Kami Terbuka

Kami bertemu kembali di kota ini untuk kesekian kalinya. Anehnya dia setiap tahunnya selalu menemui aku. Sedangkan aku, baru sekali saja menemuinya. Kata orang, beda orang beda rejekinya. Itulah kondisi yang sebenarnya kenapa tingkat saling kunjung itu berbeda.
Sama seperti malam-malam dahulu sebelumnya. Kami duduk berdua. Jika dulu ditemani gitar tua dan senandung balada Iwan Fals. Kami beberapa tahun ini dalam rapat dengar malam hari hanya berteman satu botol minuman saja. Tapi bedanya, harganya berkali lipat dibandingkan apa yang kami rasakan saat muda dulu.
Tentu saja. Itu hadiah dariku, katanya.
Sudah bersloki-sloki lewat. Masih seperti sebelumnya, obrolan selalu dimulai dengan kenangan masa lalu dan kabar terbaru beberapa kawan. Tidak lupa, sejarah cinta pertama dan tragedi masa muda juga kami bahas dengan serius.
"Aku dapat kabar kemarin. Kota masa kecil kita sekarang sudah tidak menyenangkan lagi. Tidak ada kios koran yang bisa dijadikan rujukan bahan bacaan murah. Terlebih kafe-kafe menjamur, mengundang kawula muda lebih banyak nongkrongnya dibandingkan belajarnya," ujarnya.
"Apakah dulu kamu suka belajar. Seingatku, kamu dan aku selalu mencoba menghabiskan malam dengan sebotol minuman dan gitar tua yang menjadi pajangan di bekas kamarmu?" jawabku.
Dia terdiam. Baru perlahan kemudian dia menceritakan bahwa gitar itu sudah tidak ada. Sempat dipinjam salah satu teman dari adiknya. Dan sekarang hilang entah kemana. Di gitar itu aku sempat bubuhkan tanda tanganku. Sebagai perpisahan masa sekolah, selain juga diseragam.
"Aku tahu alasanmu masuk militer?" kataku memulai.
"Apa?!" jawabnya.
"Biar kau bebas baku pukul dengan orang. Terlebih ketika kau pakai seragam. Aku masih ingat itu dulu kesukaanmu saat berkawan dengan geng terminal kota kita. Minum, mabuk, cari musuh," ujarku.
"Kau cerewet dan banyak mulut. Pantas kau jadi wartawan," katanya.
"Loh, cerewet dan banyak mulut itu butuh modal besar dibandingkan baku pukul," jawabku mantap.
"Alasan!" ujarnya.
Aku habiskan minuman dari sloki yang dia tawarkan. Kemudian perlahan aku jelaskan.
Orang 'kakean cangkem' itu modalnya pengetahuan yang luas. Nah pengetahuan itu didapatkan dari banyak membaca dan bertanya.
Tentu saja syaratnya jangan sok tahu. Sebab semuanya adalah hal baru, meski sudah sering didengar.
Jadi untuk jadi bahan omongan, olah dan modifikasi pengetahuan dengan sedikit humor agar menarik perhatian lawan bicara. Sampaikan juga hal-hal baru tentang topik yang dibicarakan, agar tidak basi pembicaraan.
"Demikian juga dalam menulis. Kita dituntut menghadirkan hal-hal baru agar menarik," kataku.
"Kowe cen kakean cangkem. Kita minum saja sampai malam ini menjadi indah," ucapnya sambil tertawa.
Asu. Isi botol itu masih setengah. Dan kami hanya berdua. Pertanda malam masih panjang.
"Jadi gimana komentarmu tentang kota masa kecil kita?" tanyaku padanya untuk memecah kebekuan.
"Aku rasa sudah banyak berubah. Aku kangen saat kita mandi di sungai barat rumahmu, sayang sekarang penuh sampah dan pampers. Aku kangen menjadi jagoan jalanan saat malam hari. Sekarang banyak orang, kondisi jalan ramai dan tidak menyenangkan. Aku kangen kita menikmati satu botol minuman di lapangan itu. Sayang sekarang sudah banyak orang," jelasnya.
"Kamu tahu apa yang kukangenin dari kota masa kecil kita?" lanjutku.
"Tidak!" jawabnya mantap.
"Aku kangen kios koran milik orang tua salah satu teman kita. Dulu, di sana aku bisa mendapatkan bahan bacaan murah meriah. Sayang sekarang sudah tutup," kataku tanpa dosa.
"Ingat. Kau bajingan keparat yang suka aku ajak minum. Kau teman bejat yang berusaha merayu wanita yang mencintai aku. Tapi itu sudah kumaafkan. Kau tetap sahabatku," ujarnya sambil tertawa lepas dari seberang.
Kami masih bercanda hingga besok dia pulang ke kota penghidupannya. Dia sempat menjanjikan aku ice land yang enak itu. Tentu saja aku akan menunggu.

sumber foto: www.caradesain.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

‘Dua Jaya’, Penambal Ban Paling Ampuh se-Kota Genteng

Bertobat Jangan Setengah-setengah

Sekilas Tentang Kematian Media Cetak