Sekedar Menulis Politik
Dalam ilmu sosial, politik menduduki posisi tertinggi
dalam berbagai bidang. Seorang politikus ditargetkan mampu menerapkan berbagai
ilmu sosial seperti komunikasi, psikologi, retorika, sejarah, bahkan propaganda
untuk mendapatkan dukungan masyarakat.
Di kepemimpinan, politik bukan hanya menjadi panglima
melainkan panglima tertinggi yang menentukan segala hal. Politik sebagai taktik
kecermatan mengemas dusta sebagai kebenaran. Di politik, jangankan budaya,
etnik bahkan agama digoreng semata untuk melanggengkan atau merebut kekuasaan.
Sekarang, generasi milenial adalah sasaran utama kalangan
politikus untuk mendulang suara. Tapi yang perlu diperhatikan adalah generasi
milenial adalah generasi yang berbeda dan cenderung reaktif karena secara
cepat mampu menyerap informasi karena perkembangan pesat teknologi informasi.
Secara budaya generasi milenial adalah kelompok di
masyarakat yang berusaha menampilkan identitasnya berbeda dengan kelompok
lainnya atau lebih tua. Mereka tidak terikat dengan isu-isu primodialisme
maupun agama dalam berpolitik.
Teknologi digital menjadikan generasi milenial golongan
yang melek informasi. Dari informasi inilah mereka membentuk jadi dirinya
dengan memposisikan dirinya sebagai pemilik informasi yang lebih luas
dibandingkan lainnya dan dipergunakan menjadi sebuah senjata bersosial di ruang
publik.
Bahkan saat ini, kalangan milenial cenderung mencari
informasi yang anti-mainstream untuk dikonsumsi melalui beragam portal di dunia
maya. Akhirnya terbentuk sebuah politik peron, dimana mereka mereka akan silih
berganti menunggu informasi yang berkembang.
Generasi inilah yang akan memimpin perubahaan di masa
depan tanpa melupakan sejarah yang terjadi di masa lalu ketika mendapatkan
informasi yang penuh kekurangan. Mereka ingin melakukan dekontruksi atas narasi
sejarah masa lalu dengan kehidupan kekinian. Yang terpenting bagi mereka, dalam
dunia maya eksis dan narsis adalah tujuan utama mereka untuk mendapatkan
perhatian publik agar dilirik sebagai agen perubahaan.
Dalam berpolitik, milenial cenderung bermain aman. Mereka
berusaha mengambil resiko paling kecil yang akan muncul dalam dunia politik
nyata, namun akan berubah menjadi pengambil resiko besar di dunia maya. Hal ini
menjadikan gerak dan keinginan generasi milenial sulit dibaca serta diprediksi.
Zaman generasi milenial sekarang sulit menemukan
penilaian yang fair. Situasi sekarang miskin apresiasi. Sekarang yang subur
justru melihat dari sisi negatif. Sisi positif sekarang-akan buram. Padahal memberi
apresiasi terhadap kesuksesan seseorang tidak berarti kita kehilangan sikap
kritis.
Memberi acungan jempol pada keberhasilan orang lain tidak
berarti adalah adalah pendukung fanatik. Mereka yang nyinyir dan sinikal
terhadap keberasihal orang lain biasanya juga berada ‘standapoint’ politik
berbeda. Mereka rata-rata ‘kalah perang’ dalam pesta demokrasi.
Apa yang tidak bisa kita terima adalah seperti politik
lama yang memecah belah sebagaimana yang banyak kita lihat sehingga kembali ke
abad-abad sebelumnya. Seorang politikus berhasil menang kampanye dengan memecah
belah rakyat, itu artinya dia tidak akan bisa memerintah mereka. Dan nantinya sang
politikus tidak bisa mempersatukan.
Komentar
Posting Komentar