Kritik Tiga Filsuf Pada Agama

Minat manusia pada kebenaran adalah sesuatu yang harus dikritisi. Dalam Zarathusra, Friederich Nietzsche menegaskan bahwa setiap pribadi tidak perlu mengantungkan diri pada bantuan Tuhan atau kekuatuan supranatural lain dalam kehidupan ini. Nasib manusia ada pada tangannya sendiri.

Nietzche mengklaim manusia menciptakan sendiri nilai-nilai di alam semesta. Inti kehidupan manusia terletak pada kreativitasnya menciptakan nilai, karena bagaimanapun tindakan manusia menentukan prioritas nilai akan berpengaruh pada perspektif yang digunakannya. Tuhan yang selama ini dikenal sebagai sumber dari nilai sebenarnya adalah salah satu produk dari kreativitas manusia.

Dengan klaim ‘Tuhan sudah mati’, Nietzche mengatakan bawa rasa aman yang dicari dari pembenaran metafisik sudah tidak berlaku dan tidak berguna lagi dalam kehidupan manusia. Tuhan dan kecemasan akan hidup sesudah mati menjadi tidak berguna lagi karena hanya mengalihkan perhatian kita dari masalah utama yaitu bagaimana menjalankan kehidupannya.

Usaha untuk menjalankan hidup adalah tanggung jawab kita sendiri dan bukan tanggung jawab imam.

Selain Tuhan, kreativitas manusia juga melahirkan agama. Secara obyektif, kajian utama agama adalah alam metafisik. Namun sesungguhnya semua perilaku dan pemikiran tentang keberagamaan bersumber pada kehidupan nyata yang bersifat historis-sosiologis.

Diyakini sepanjang manusia beragama, maka pemikiran dan perilaku terbentuk oleh tradisi dan lingkungan sosialnya di mana lahir dan tumbuh. Keberagamaan adalah bagian dari kebutuhan eksistensial manusia. Meskipun tidak selalu ilmiah dan rasional, agama secara fungsional memberikan ketentraman jiwa dan makna kehidupan.

Secara normatif-ideal agama itu serba bagus dan indah diceritakan. Tetapi, agama sebagai realitas sosial yang ditampilkan pemeluknya tak sepi dari kekurangan dan penyimpangan. Wajar saja jika pada awalnya agama bertujuan untuk mengkritik kehidupan sosial, dalam perkembangannya menjadi sasaran kritik.

Kritik kepada agama yang paling tajam antara lain datang dari Karl Marx. Marx memandang bahwa banyak orang lari pada kehidupan beragama karena kalah bersaing dalam perebutan kekuasaan politik dan ekonomi. Manusia-manusia ini menurut Marx adalah manusia yang letih dalam perang ekonomi lalu mencari ketenangan dalam dunia metafisik.

Dalam beragama, seseorang akan memperoleh penawar dan hiburan, dan tidak perlu khawatir serta bersedih kehilangan kenikmatan dunia, karena Tuhan akan memberikan ganti kenikmatan akhirat yang jauh lebih indah dan membahagiakan.

Niethzche juga melihat hal yang sama. Pelarian kepada agama juga disebabkan kalah persaingan dan perebutan kekuasaan, sehingga manusia memutuskan lari kepada Tuhan yan diyakini maha besar dan kuasa agar membantunya dalam mengalahkan lawan-lawan yang menindasnya.

Tuhan bagi Marx akan menyediakan surga bagi orang beragama sebagai kompensasi kekalahan di dunia, sedangkan Nietzche, agama akan menghadirkan Tuhan maha kuat dalam kehidupan di bumi untuk membebaskan manusia dari penindasan.

Sigmund Freud juga memiliki kritik tersendiri terhadap agama, dia menganggap bahwa orang beragama itu mengalami krisisi kasih sayang. Lalu mengharapkan kehadiran Tuhan yang mahakasih untuk menetramkan dan menghibur jiwanya yang dilanda gundah gulana.

Yang perlu digaris bawahi. Dalam memberikan kritik kepada agama ketiga filsuf besar itu lahir dalam kehidupan dan perilaku manusia pada masa kehidupan lingkungan sosial yang tengah gandrung pada nasionalisme, saintisme, dan modernisme.

Kehidupan beragama dianggap sebagai pelarian dan hiburan bagi orang yang kalah dalam persaingan tidak mau bekerja keras. Mereka mengkritik dunia, kecewa terhadap dunia lalu lari ke alam metafisik.

Akibatnya, perkembangan dunia dikuasai dan dikendalikan saintis dengan kecanggihan teknologinya, sementara orang beragama lebih sibuk dan menghibur diri dengan dunia metafisik, menawarkan keselamatan dan kemenangan setelah kematian.


Dirunut dari sejarah, setiap agama yang muncul di muka bumi ini selalu memiliki agenda membangun peradaban. Ingin membebaskan umatnya dari kemiskinan dan kebodohan, serta menawarkan kedamaian. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

‘Dua Jaya’, Penambal Ban Paling Ampuh se-Kota Genteng

Bertobat Jangan Setengah-setengah

Sekilas Tentang Kematian Media Cetak