Jas Merah Masyarakat Bahari

Bapak Revolusi Indonesia Ir Soekarno menyatakan ‘Jangan Sesekali Melupakan Sejarah’ atau diakronimkan khalayak dengan ‘Jas Merah’.

Sebagai Pemimpin Besar Indonesia, Soekarno sadar sejarah bangsa yang tiga setengah abad di jajah Belanda adalah lembaran hitam yang harus dilawan. Melawan dengan terus menerus mengingat apa yang dilakukan penjajah menyengsarakan rakyat.

Sejarah Indonesia penuh dengan kebanggaan. Sejarah Indonesia penuh kemakmuran. Sejarah Indonesia dihiasi nama besar.

Selain tragedi kemanusiaan, dalam bentuk penjajahan, Soekarno berkepentingan menanamkan di alam bawah sadar penghuni bangsa yang akan berdiri saat itu untuk terus ingat akan sejarah.

Dengan sejarah, Soekarno terus membakar semangat pendukungnya untuk melawan ketidakadilan. Melawan kehancuran manusia Indonesia. Soekarno meminta rakyat membangun nama besar, kebanggaan, serta kekayaan yang pernah diraih nenek moyang dulu.

Sejarah itu hanya satu kejadian. Namun penulisan, pemaparan, serta penceritaannya berbeda-beda. Sejarah seringkali dimanipulasi demi kepentingan sesaat. Kepentingan yang bertujuan memuliakan diri sendiri bahkan kelompok.

Sejarah manusia tidak akan pernah berhenti tercipta. Sejarah Indonesia akan terus berjalan. Sejarah masih dibutuhkan. Tidak lagi sebagai pengingat. Namun media pembelajaran untuk menjadi lebih baik.

Terkadang sejarah baru didirikan dengan menghancurkan sejarah lama yang sebelumnya. Penaklukan akan sejarah untuk kelahiran sejarah banyak terjadi di belahan dunia.

Mengulik esai Radhar Panca Dahana (Kompas, 2/10/17). Perlakuan akan sejarah oleh manusia dipengaruhi oleh kondisi alam tempat mereka tinggal.

Sejarah di kawasan Eropa, Amerika, Australia, dan Asian lahir dari kebudayaan yang berlandaskan keberadaan dan kejayaannya pada pembangunan monumen-monumen besar tentang keabadian tokoh sentral sebuah babak dalam drama panjang sejarah.

Radhar menyebut kelahiran sejarah ini dipengaruhi oleh bentuk wilayah Kontinental atau bersifat satu wiayah daratan.

Pembuatan monumen besar tokoh sentral sejarah bertujuan sebagai bentuk dominasi pemenang pada perang sejarah agar lebih memberi arti pada masa depan pendukungnya.

Berbeda dengan Indonesia. Dengan kawasan yang 50 persennya adalah lautan, maka sejarah yang tercipta didasarkan pada keberadaan wilayah yang berupa kepulauan atau bahari.

Sebagai kepulauan, sejatinya bangsa penghuninya adalah pemilik dan ibu kandung dari budaya serta adab bahari sebagai bagian yang berlawanan dari sejarah yang tercipta dari kawasan kontinental.

Dalam kebaharian, air adalah zat yang menempati posisi penting dalam kehidupan manusia kepulauan. Air dengan sifat, karakteristik, sifat dan perilakunya menjadi dasar sudut pandang sejarah rakyat Indonesia.

Di keabadianya, air ditakdirkan untuk terus mengalir dari atas ke bawah. Meski sempat menetap, namun suatu waktu penyebab akan menjadikan dia memenuhi takdirnya. Dan ternyata, sifat air ini menjadi prinisip kehidupan manusia di dalamnya dalam memberlakukan tradisi, adat, dan budaya yang lahir dimana semuanya selalu akan terus berubah.

Bagi manusia bahari, semua kejadian di dunia ini, penting maupun tidak penting adalah sebuah catatan dalam kehidupan yang hanya sekedar mampir minum di dunia ini sebelum menuju akhir di lautan kedamaian.

Karena hanya sebagai bentuk catatan didominasi penyampaian secara tutur, maka tidak banyak monumen penanda sejarah hadir.

Manusia bahari melakukan apapun untuk terus bertahan melawan kondisi alam yang tidak bisa ditebak karena itu urusan Sang Pencipta. Sehingga mereka tidak pernah akan memikirkan atau mempelajari tentang masa lalu. Mereka terus berfokus menghadapi tantangan di depan mata demi kebaikan hidup.

Masa lalu bagi mereka tidak pernah disajikan dalam bentuk catatan. Karena yang disebut masa lalu adalah sesuatu yang tidak bisa diam, masa lalu selalu bergerak. Seperti air yang menemukan tempat yang lebih tinggi dia akan mengalir ke bagian yang lebih rendah untuk mendapatkan tempat baru. Apa yang terjadi pada masa sekarang, dipastikan akan terjadi ulang pada masa depan.

Karena itulah rakyat Indonesai cenderung menjadi bangsa yang pelupa terhadap sejarah. Apakah sejarah itu benar atau tidak, apakah sejarah itu ada atau tidak, manusian Indonesia cenderung tidak peduli.

Hidup adalah air. Air adalah waktu yang terus berjalah.

Jika tidak karena kedatangan bangsa asing dan penjajahan, bisa jadi sejarah Indonesia tidak akan pernah tertuliskan. Tapi lebih banyak bergulat dan mencatat tentang apa terjadi di hari ini.

Masa lalu bisa saja disimpan, namun dalam bentuk catatan atau monumental yang bisa dikaji dalam keilmuan. Namun sejarah masyarakat bahari disampaikan dalam pesan moral yang dituturkan dalam dongeng, mitologi, maupun legenda.

Maka bagi masyarakat bahari. Masa lalu akan terus hidup di masa kini melalui tatanan etika dan nilai moral yang terus menerus ditramisikan sebagai acuan kehidupan bermasyarakat yang praktis menjadi pegangan. Konsep ini menjadikan sejarah hanya sekedar menghuni ingatan kognitif yang tidak awet dan termonumenkan.

Wajar pula jika bangsa ini memiliki kelemahan dalam budaya membaca. Karena tidak ada catatan yang bisa dibaca. Berbeda dengan sejarah yang terbentuk di kawasan kontinental, semua peristiwan yang menyangkut tentang kemanusiaan dicatat dengan seksama.

Namun, membagikan sejarah dengan cara bertutur lebih menarik dibandingkan membaca. Sebab dengan budaya tutur, sejarah akan tersampaikan secara langsung ke generasi berikutnya. Meski penuh dengan kepentingan tersembunyi, namun sejarah yang diceritakan memiliki semangat dan jiwa pada zamannya.

Sejarah di Indonesia menjadi nilai dasar yang harus dipegang di kehidupan. Sejarah tidak sekedar menjadi catatan usang.



 sumber foto : maritimtours.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

‘Dua Jaya’, Penambal Ban Paling Ampuh se-Kota Genteng

Bertobat Jangan Setengah-setengah

Sekilas Tentang Kematian Media Cetak