Cerita Sertifikat Rumah Saya!
Membaca Harian Jogja edisi Selasa (26/3) di halaman
Sleman, membuat saya terkejut. PN Sleman bersidang kasus wanprestasi antara
pembeli dan pemgembangnya.
Gara-garanya, pengembang tidak memberikan sertifikat
sesuai ketentuan, padahal pembayaran sudah lunas. Yang menarik, pengembang digugat
pembeli Rp1,5 miliar merupakan anggota aktif DPRD DI Yogyakarta.
Baiklah. Kasus ini kondisinya sama seperti kasus
perumahan saya. Perumahan Griya Kembang Putih, Guwosari, Pajangan, Bantul.
Ditawarkan pada 2012 dan dibangun oleh PT Rumah Cerdas,
yang Direktur Utamanya tertulis Danang Wahyu Broto, anggota aktif Fraksi Gerindra
DPRD DI Yogyakarta. Ternyata masih belum
bebas dari masalah.
Sudah enam tahun ini, sebanyak 113 rumah melalui KPR BTN
Yogyakarta dan 10 rumah pembelian tunai belum ada sertifikat atas nama pembeli sama
sekali. Tidak hanya itu, fasum dan fasosnya terbengkalai tanpa ada tindak
lanjut dari pengembang.
Selengkapnya baca, https://www.ucnews.id/news/Rumah-Bersubsidi-di-Bantul-Penuh-Masalah-Fasilitas-Rusak-hingga-Sertifikat-Ditahan/736446151191957.html.
Sebelumnya saya minta
maaf menautkan link berita bukan langsung pada sumbernya di : http://www.solopos.com/2017/10/06/rumah-bersubsidi-di-bantul-penuh-masalah-fasilitas-rusak-hingga-sertifikat-ditahan-857547.
Karena sudah tidak bisa dibuka kembali.
Ketertarikan saya, dan
mungkin sebagian besar pembeli, membeli rumah subsidi type 36 dengan luas tanah
72 seharga Rp88 juta tentu saja alasan hargayang murah. Saat itu saya yakin
tidak akan mendapatkan harga yang sama di daerah yang setengah jam dari Kota
Yogyakarta setahun kemudian.
Toh rumah ini diperuntukkan
bagi masayrakat kelas menengah ke bawah. Saya kan termasuk masyarakat golongan
itu. Itu dibuktikan dengan keterangan belum memiliki rumah dari Pemerintah Desa
dan motor saya masih Astrea Grand.
Dari uang pinjaman yang
sudah lunas, awalnya direncanakan untuk ganti motor, namun karena ingin
memiliki rumah sendiri jadilah dialihkan sebagai uang muka. Dengan angsuran yang
awalnya Rp750.000,- menjadi Rp800.000,- per bulan, kenaikan ini karena
akumulasi boikot saya ke BTN karena fasum fasos. Saya sampai sekarang masih
mampu membayar angsuran.
Perihal sertifikat, ini
adalah urusan terpenting dalam urusan jual beli rumah. Dimanapun.
Saat akad kredit, kami
dijanjikan secepatnya mendapatkan fotokopi sertifikat atas nama sendiri oleh
kedua belah pihak, pengembang dan BTN, disaksikan notaris Ernawanto.
Namun hingga lima tahun
berselang tidak ada kabar. Dalam pertemuan dengan Danang Wahyu Broto langsung
medio 2015-an, diketahuan jika sertifikat tidak keluar karena site plan
perumahaan yang pertama menggunakan lahan Sultan Ground tanpa ijin dan ini
dipermasalahkan BPN Bantul.
Akhirnya dengan
perubahaan site plan, pada 2017 awal sertifikat kami keluar dan sekarang berada
di notaris karena belum melalui proses Akta Jual Beli (AJB).
Kenapa belum AJB ini yang
selalu saya pertanyakan.
Sebab ketika membayar pelunasan
uang muka, saya juga membayar tambahan tanah, pemasangan PDAM, listrik, biaya
notaris, dan pajak pembeli (BPHTB). Sebagian besar uang yang kami bayar sudah
diperuntukkan sesuai perjanjian. Nah BPHTB inilah yang belum dibayarkan hingga
detik ini.
Awal Maret 2018, atas
sepengetahuan notaris Ernawanto, BTN Yogyakarta menemui warga, mereka
menawarkan solusi percepatan penyelesaian sertifikat dengan membayar ulang
BPHTB sebesar Rp1,4 juta bagi yang bersedia.
Sedangkan untuk pajak
penjual (PPH) senilai Rp850.000,-, BTN akan mengambilkan dari dana pengembang yang
disimpan bank senilai Rp90 juta. Ok solusi memang ini tidak diterima semua
warga, namun ada yang mencobanya. Termasuk saya.
BPHTB saya bayarkan
memalui notaris, ada buktinya bos. Oleh notaris kami diminta mengurus formulir PPH
dan surat kuasa dari pengembang ke notaris. Permohonan ini (formulir PPH dan
surat kuasa) ke pengembang kami ajukan 16 Maret dan mereka meminta waktu dua
minggu memprosesnya.
Kenapa lama, pengembang
melalui anak kemarin sore, menyatakan bahwa proses AJB belum bisa dilakukan
karena pengurusan tanah milik pengembang di depan perumahaan kami seluas 1000
meter persegi masih belum diakui site plannya oleh BPN Bantul.
Bagi saya ini sebenarnya sangat
tidak masuk akal. Bayangkan, dulu ada perubahan site plan sebagai solusi keluarnya
sertifikat berdasarkan unit dan berhasil. Lah ini kok proses AJB harus menunggu
pengesahan site plan sebuah lahan yang tidak ada hubungannya dengan kawasan
perumahan yang saya tempati. Logikanya dimana?
Ok kami sabar, dan dua
minggu setelahnya tidak ada kabar. Ini perlu menjadi perhatian, ‘dua minggu tidak
ada kabar!!’.
Sebagai pembeli rumah
yang ingin mendapatkan haknya. Saya akan melakukan semua upaya agar pengembang
melakukan kewajiban seperti yang dijanjikan.
Saya dan delapan orang
lainnya rela mengeluarkan uang lagi untuk membayar BPHTB yang sudah dikemplang
pengembang. Kami hanya minta mereka mengeluarkan PPH yang nilainya 1/3 BPHTB
yang sudah kami relakan. Tapi kok yang masih dipersulit.
Info yang masuk ke saya,
ternyata pengembang ingin pembeli membayar ulang BPHTB beserta PPH-nya sekalian
baik pembeli KPR maupun yang tunai. Sekali lagi, ini kan ya JANCUK!!
Parahnya, sebagai orang
yang konsen pada permasalahan ini, mulai dari fasum fasos hingga sertifikat,
bahkan sempat saya sampaikan ke media untuk ditayangkan. Bisa-bisanya perwakilan
pengembang, melalui teman, meminta saya meminta maaf.
Iki ukoro opo maneh, GATHEL!!
Pengembang yang
mengemplang uang pembeli, pembeli sukarela menganti lagi. Kok ditambahi
permintaan maaf dari pembeli.
Apa tidak cukup
pengembang mengemplang uang BPHTB kami. Berapa yang sudah pengembang bawa lari
dari 113 pembeli KPR dan 10 tunai. Jumlah pembeli kredit masih bisa bertambah.
Baiklah, saya menulis ini
diakhir pekan akhir Maret. Saya berharap tulisan ini dibaca pengembang sehingga awal pekan
depan ada solusinya. Tapi jika memang tidak ada, terhitung mulai Minggu (1/4)
tidak ada itikad baik dari pengembang. 3 X 24 jam saya pribadi akan membawa
kasus ini ke ranah hukum.
Sekarang saya tidak
main-main. Kesabaran saya sudah cukup. Pengembang mengajak perang, saya siap
meladeninya.
Juga kepada BTN Yogyakarta,
jangan lupa tanggung jawab dan janjimu!! Sertifikat saya belum sah jika belum
atas nama saya.
Saya membeli rumah dengan
keringat sendiri. Jadi saya ingin kepastian hukum atas tanah dan rumah yang
saya beli.
http://jogja.tribunnews.com/2012/07/17/kembang-putih-tawarkan-rumah-rp88-juta
http://www.suarapembaca.net/report/reader/4745930/kpr-btn-berjalan-sertifikat-tidak-ada
http://www.harianjogja.com/baca/2014/11/26/rumah-bersubsidi-pembeli-kecewa-fasilitas-umum-rumah-program-kemenpera-tak-layak-555091
https://issuu.com/tribunjogja/docs/tribunjogja-06-11-2014
sabung ayam online & Casino Live Terbaik & Terlengkap!
BalasHapusDownload Aplikasi Sekarang di Andorid / IOS
Deposit Via OVO + Transaksi Mudah, Aman, Tanpa Jam Offline
Yuk Gabung Bersama Bolavita Di Website www.bolavita88.com
Untuk Info, Bisa Hubungi Customer Service Kami ( SIAP MELAYANI 24 JAM ) :
WA: +628122222995