Menghidupkan Impian Revolusi

Saat Soekarno mewacanakan pemindahan Ibu Kota Jakarta ke Palangkaraya, Kalimantan Tengah pada 1950-1960 an. Ada tiga pemikiran utama yang melandasinya.
            Pertama, Soekarno berkeinginan membuat  Ibu Kota Indonesia dari tangan pemuda-pemudi negara yang baru saja meraih kemerdekaan. Sebab Jakarta bagi Soekarno adalah ibu kota buatan kaum penjajah Belanda yang dipaksa keberadaannya untuk melegitimasi kekuasaan atas nusantara.
Kedua, berada tepat di titik tengah negara Indonesia, Palangkaraya dinilai mampu menjadi pusat penyebaran kekuasaan karena semuanya dapat dijangkau. Tidak jauh dari titik terjauh dan tidak terlalu dekat dengan titik terdekat. Semua sama. Semua bisa merasakan.
Ketiga, Palangkaraya dengan posisinya yang begitu strategis ini ternyata merupakan kawasan bebas gempa dan bencana alam lainnya. Berada jauh dari laut. Berada jauh dari pegunungan. Palangkaraya bagi Soekarno adalah cikal bakal pengaturan kekuasaan untuk kesejahteraan rakyat Indonesia.
Namun sayangnya, ide Bapak Revolusi ini haruslah kandas di tengah jalan dengan banyak alasan. Salah satunya terkalahkan dengan proyek internasional lainnya yang bertujuan mengangkat nama Indonesia ke dunia. Tidak hanya itu, sulitnya akses, terutama transportasi darat saat itu menjadi pembangunan ibu kota ke lokasi yang baru urung terealisasi. Salah cerita memaparkan, bagaimana Palangkaraya waktu itu hanya bisa dicapai melalui sungai. Kunjungan Soekarno pertama kali ke sana juga dilewatkan sungai.
Tapi yang pasti, ide pembangunan ibu kota ke pulau Kalimantan ini tidak akan diungkit kembali oleh Soeharto saat berkuasa. Dalam menjalankan kekuasaannya, Soeharto benar-benar menghapuskan memori masyarakat Indonesia tentang ide besar Soekarno. Bagi Soeharto, ide besar Soekarno adalah salah satu penghambat kebesaran namanya. Dan dalam sejarah kepemimpinan Soeharto, masyarakat hanya tahu bahwa ibu kota Indonesia adalah Jakarta dan tidak akan pernah bisa dipindah lagi.
Sempat dimunculkan dalam beberapa pemerintah setelah Soeharto, namun wacana itu hanya bergulir saja tanpa arah realisasi. Tapi yang pasti, masyarakat umum telah paham, bahwa kemungkinan ibu kota pindah ke Kalimantan suatu saat akan terwujud.
Terlebih lagi dengan kondisi Ibu Kota Jakarta yang saat ini begitu sangat krodit. Dengan beban penduduk mencapai 9 juta lebih, wilayah Jakarta hanya memiliki luas 664,01 Km2 untuk menampungnya. Maka permasalahan sosial terkait perebutan area pemukiman, air minum, lapangan kerja, banjir tahunan dan masalah lainnya akan selalu menghantui Jakarta selamanya.
Perpindahan ibu kota negara memungkinkan terjadi, tapi siapa yang berani memindahkan ibu kota yang sudah berusia hampir 5 abad?
Hari ini, Rabu (5/7), berbagai media terutama di dunia maya kembali mensoal tentang perpindahan ibu kota ke Palangkaraya. Ini tidak lagi berkutat pernyataan seseorang ahli saja, namun Badan Pembangunan Nasional (Bapennas) juga sudah mulai bicara tentang rencana ini.
Bapennas mengklaim dengan luas wilayah yang mencapai 400 hektar, Palangkaraya tidak akan kesulitan untuk menyediakan lahan sebesar 50 hektar untuk menjadi kawasan pemerintahan pusat. Bapennas mengklaim perhitungan perpindahan ibu kota ini sudah dilakukan dengan matang beserta aspek-aspek positif maupun negatif yang nantinya akan ikut. Ditargetkan kalkulasi perhitungan akan selesai pada akhir tahun ini sehingga tahun depan perpindahan ibu kota bisa dilaksanakan.
            Getolnya Jokowi memindahkan ibu kota ke Palangkaraya ini dilihat sebagai sebuah langkah yang sangat ambisius namun penuh perhitungan.
            Sebagai gambaran, Jakarta dengan perhatian lebih dari negara dibandingkan kawasan lainnya merupakan magnet ekonomi yang menjadi rebutan dari masyarakat di daerah untuk mencari kehidupan. Meski dengan pengalaman yang tidak mumpuni, masyarakat mencoba menaklukan Jakarta dengan kemampuan yang ada. Sekali lagi, hanya keberuntungan yang mampu memenuhi mimpi mereka. Jika tidak, mereka tersingkir sebagai pecundang.
            Perpindahan ini juga membagi peluang daerah menjadi pusat ekonomi Indonesia. Jakarta selalu dijadikan pusat pengambilan keputusan perekonomian oleh semua korporasi besar. Dan hasilnya selalu daerah yang melaksanakan. Tentu saja, apa yang diputuskan bisa jadi tidak sesuai dengan kebutuhan pasar daerah. Inilah yang dicoba realisasikan Jokowi. Membagi rata kue ekonomi ke seluruh rakyat Indonesia di seluruh nusantara.
            Tapi pertanyaaan yang lebih penting, kenapa isu dimunculkan lagi?
            Berita di hari ini juga menyampaikan bahwa putra Jokowi, Kaesang dilaporkan oleh seorang pengguna internet atas dasar penghinaan. Tidak hanya itu, Jokowi juga dilaporkan membawa seluruh keluarga besarnya dalam kunjungan internasional ke beberapa negara besar?

            

Komentar

Postingan populer dari blog ini

‘Dua Jaya’, Penambal Ban Paling Ampuh se-Kota Genteng

Bertobat Jangan Setengah-setengah

Sekilas Tentang Kematian Media Cetak