Gawai dan Kelahiran Ide Besar

Jadi, sekarang adalah puncaknya era internet. Dengan gawai, setiap orang menemukan dunia sempit yang setiap waktu terus berputar dengan hal baru. Mereka dekat tapi jauh dan jauh tapi dekat. Tapi bisakah dengan kemajuan sekarang ini, manusia dapat melahirkan ide besar yang berpengaruh dalam kehidupan seperti masa lalu?
Membaca tulisan Timothy Egan di nytimes.com (7/7/2017), saya terperanjat dengan gambaran yang disampaikan. Baginya, sekarang dan kedepan, lahirnya ide besar dalam kehidupan manusia tidak akan pernah ada lagi. Berbeda dengan belum munculnya ketergantungan akan internet. Buku dan semua media baca cetak adalah mesin utama untuk mencari pengetahuan.
Kelahiran kebudayaan manusia baru dimulai dari mesin Gutenberg pada abad 13 yang sampai sekarang masih tersimpan utuh di Old Town, Jenewa, Swiss. Mesin ini mampu mengubah dunia dengan penemuan-penemuan dan ide besar yang mencengangkan.
Bermula dari mencetak satu buku dalam setahun, perlahan-lahan dalam dua abad kemudian mesin ini mampu mencetak 3.000 halaman setiap harinya. Manusia pada masa itu bergerak ke tempat-tempat yang tidak pernah didatangi karena memiliki peta. Pengetahuan tentang kesehatan menyebar begitu cepat mengikis kepercayaan kepada para dukun dan tetua. Dan tentu saja, setiap manusia menemukan jalannya sendiri kepada Tuhan, atau jalan keluar dari kepercayaan kepada Tuhan dengan akses pemikiran yang sebelumnya dilarang.
Walaupun dilarang oleh para tiran, karena akan melahirkan gagasan pemberontakan, tapi mesin Gutenberg mampu mematahkan monopoli kitab suci. Dengan mesin serupa, pers lahir dan menghadirkan sebuah bangsa merdeka dari kekuasaan raja.
Mesin cetak Gutenberg menghadirkan kitab suci baru dalam berbagai bahasa, perang, dan agama baru.
Lantas bisakah, gawai yang tidak pernah terlepas dari tangan kita, seperti pendulum kehidupan yang harus terus berada di leher, melahirkan ide besar? Gawai adalah perangkat paling revolusioner dalam sejarah pengetahuan manusia dan memberi gagasan yang begitu sangat luar biasa. Setiap kemajuan, tertulis setiap saat.
Gawai merevolusi pekerjaan, ritual makan, bepergian, dan bersosialisasi dengan menunjukkan bahwa seseorang mampu melakukan sesuatu yang berbeda dengan orang lain. Tapi sisi lainnya, gawai membuat manusia tidak lagi memiliki kesabaran. Setiap saat, ketika ada waktu sela, kita selalu memasukkan tangan ke kantong.
Gawai membuat seni melamun yang indah hilang.
Belajar dari kasus Martin Luther pada 500 tahun lalu. Dengan mesin cetak, tokoh revolusi asal Jerman ini mampu menghadirkan 95 lembar tesisnya yang berisikan perlawanan pada hegemoni kekuasaan gereja sebagai satu-satunya sumber agama. Mesin cetak membuka pemikiran manusia lebih banyak dibandingkan sebelumnya.
Kehadiran pers bagi Luther adalah anugrah Rahmat Ilahi terbesar dan paling luas biasa bagi manusia. Tanpa mesin cetak. Pemikiran Luther akan kehidupan yang bebas dari kekuasaan manusia dengan mengatasnamakan agama tidak akan terduplikasi sebanyak 300.000 eksemplar dari 1517-1520. Cetak! Halaman Pertama Revolusi.
Demikian juga dengan revolusi Perancis dan Amerika, tidak akan pernah terjadi tanpa suara mencerahkan yang dicetak.
Awal penulisan kata pada 5.000 tahun lalu. Orang Yunani mengoreskannya pada tanah liat yang berujung pada tragedi, cerita mesum, humor, dan puisi. Romawi menyempurnakannya dalam papirus portabel yang terselip di saku.
Pers Gutenberg menjukirbalikan pola pikir abad pertengahaan yang suram. Magna Carta, piagam kebebasan manusia tidak akan hadir di seluruh dunia tanpa tercetak massal.
Jadi, sesaat setelah Steve Jobs melahirkan iphone yang terkenal itu dia berkata bahwa buku akan menjadi barang usang yang tersimpan di gudang maupun loteng dan berjalan menuju sejarah. Lewat gawaii, semua pengetahuan maupun kabar terbaru akan mudah didapatkan dimana dan kapan saja.
Harapan terbesar dengan hadirnya keterbukaan internet adalah membawa kebebasan manusia. Namun apa yang terjadi di Timur Tengah dengan Musim Semi-nya yang menemui kegagalan, penindasan hak manusia di Korea Utara masih belum membawa harapan itu.

Sekarang yang lebih menyedihkan lagi, para pemimpin yang seharusnya membawa perubahan menggunakan gawai untuk menghina, merendahkan, dan membelenggu pendapat orang lain tanpa ampun. Dan akhirnya ide besar yang merubah manusia tidak akan pernah terlahirkan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

‘Dua Jaya’, Penambal Ban Paling Ampuh se-Kota Genteng

Bertobat Jangan Setengah-setengah

Sekilas Tentang Kematian Media Cetak