Menulis Itu Menjernihkan
Saya begitu percaya bahwa ketika menulis, maka akan banyak energi yang
terserap. Jadi ketika kita memutuskan untuk menulis, maka lakukan saja dengan
kondisi perut kenyang.
Memang sangat mudah untuk bicara, atau menulis, terutama bila perut sedang
kenyang. Namun sukar melakukan segala sesuatu yang perlu, bila kita tidak
memiliki sumber daya.
Akan tetapi lebih masuk akal berjuang sekeping demi masa depan,
dibandingkan demi sekelumit masa lalu.
Sekarang. Banyak sekali yang harus saya pelajari dan harus disesuaikan.
Kehidupan adalah seni menarik kesimpulan yang memadai dari premis yang
tidak memadai. Premis adalah titik permulaan. Asal usul. Asumsi yang biasanya
dianggap benar.
Kita hidup di dunia yang penuh kekejaman, kesedihan, dan kemarahan, bersama
dengan janji yang gemilang, satu-satunya caru untuk menakat sepanjang hidup
kita itu adalah dengan rasa humor dan selera surealisme.
Kita perlu menyadari bahwa kita semua merupakan bagian dari suatu lelucon
kosmis yang fantastis, dan tetap merasa bangga di dalamnya, menikmati lelucon itu,
menertawakannya sambil menertawakan diri kita sendiri.
Saya menulis, menul;is, dan menulis, lama sebelum ada orang yang
membacanya. Saya menulis untuk membujuk orang, bahwa apa yang pikir adalah
benar, secara moral dan intelektual. Tetapi karena proses menulis itu sendiri
mengubah diri saya. Menulis itu menjernihkan pemikiran saya. Kegiatan itu
mengatur waktu dan kehidupan saya. Saya menulis, oleh karena apabila tidak
melakukannya saya merasa hampa dan kurang puas.
Saya menulis, oleh karena kalau saya berhasil menangkap kilasan suatu pola
yang sebelumnya tidak nampak di tengah-tengah kekacau baluan di sekeliling
kita, dan saya mampu menyajikan wawasan yang baru itu kepada para pembaca, saya
menghayati sekelumit perasaan yang kiranya pernah dihayati oleh penjelajah
Spanyol itu ketika pertama kali melihat Samudera Pasifik, sambil berdiri tegak
di Puncak Darien.
Komentar
Posting Komentar