Memilih dosa
“Jadi aku pemabuk,
apakah kau masih mau menjadi kekasih dan pendamping hidupku?” tanyaku padanya
saat awal-awal pendekatan.
Dia hanya diam. Lebih
lama dari biasanya. Aku hanya mau jujur dan kukira ini adalah cobaan terberat
baginya. Ini adalah suatu keputusan terbesar dalam hidupnya.
Tanpa memandangku, dia
lantas berujar, “Aku akan memberi jawaban satu minggu lagi. Sekarang pulanglah,
karena aku akan mulai mempertimbangkan,”.
Pleng. Rasanya seperti
kena pukulan dari puluhan tangan, namun tak berbekas hanya meninggalkan rasa
sakit yang tidak hilang ketika perjalanan pulang maupun bangun tidur.
Seminggu. Akhirnya
semua tiba.
“Aku tidak mau tahu
alasannmu kenapa memilih mabuk sebagai bagian dari hidupmu. Tapi aku
menerimannya. Namun aku meminta sebagai syarat, jika engkau akan berangkat
mabuk dengan teman-temanmu, maka semua isi dompetmu harus aku lihat terlebih
dahulu atau engkau tidak akan mendapatkan cintaku selamannya,” katanya tegas.
Pleng lagi. Ini lebih
berat dari seminggu yang lalu, namun melegakan.
Akhirnya saya berani
menuliskannya di sini, monggo.....
Memilih dosa
Memilih
dosa. Saya memikirkan kalimat itu dalam beberapa hari ini dan berniat untuk
menuliskannya. Dan akhirnya malam ini saya punya tekad untuk menjadikan itu
sebuah tulisan.
Bukannya bermaksud sombong, padahal sombong merupakan
sebuah dosa yang paling dikutuk Sang Maha Tunggal. Tapi setiap manusia pasti
pernah berada dalam sebuah sikap untuk memilih dosa apa yang akan dilakukannya.
Jika tidak percaya, lihatlah para penghuni penjara, mereka masuk karena mereka
pernah memilih melakukan dosa. Entah karena kebutuhan atau karena pilihan yang
tidak yang tidak ada pilihan lagi.
Memilih dosa sifatnya sangat super subyektif. Tergantung
kepribadian, kondisi, dan kesempatan yang ada. Jika ada peluang melakukan dosa
besar, maka terjadilah. Demikian sebaliknya.
Apakah tidak ada pilihan melakukan kebaikan di tengah
ancaman memilih dosa? Tentu saja ada, namun sekali lagi dengan melihat
indikator yang ada, pilihan melakukan dosa adalah pilihan terakhir. Kegelapan
ada karena tidak adanya cahaya yang berada di sana. Kejahatan ada karena tidak
ada kebaikan di sana.
Dosa-dosa di dunia ini begitu banyak untuk bisa dipilih
untuk dikerjakan. Tapi dalam hal ini, mari kita sepakati bersama, tindakan
memilih dosa didasarkan pada ajaran leluhur yang sudah dikenal di tanah
perdikan Jawa Dwipa. Yaitu “Mo Limo”.
“Mo Limo” adalah ajaran
yang dulu disebarkan oleh penyebar Islam di Jawa, Wali Songo untuk memudahkan
masyarakat jaman itu menjauhi perbuatan dosa. Mo Limo cukup familiar didengar
di telingga kaum awam dan mudah dihafal. Semudah menghafal garis di telapak
tangan kita yang cenderung membentuk huruf M pada keduanya.
Mo Limo adalah akronim
dari beberapa kata yang merujuk pada lima perbuatan dosa yang apabila dilakukan
salah satunya akan menjadikan pelakuknya sampah masyarakat. Bahkan jika pelaku
melakukan semuanya, maka dia bajingan. Akronim atau kepanjangan dari laku dosa
itu dilambangkan dengan huruf M pada awal kata, yang tertdiri dari Madon (Main
Perempuan), Maling (Mencuri Hak Orang Lain), Main (Berjudi atau Bertaruh),
Madat (Pencandu) dan Mabuk (Minum-minuman Keras).
Tidak usah diperjelaslah
apa tentang dosa-dosa yang dilarang dalam ajaran Mo Limo. Semua pilihan penuh
resiko, jika tidak ada resiko maka jangan memilih. Tapi kita bisa meminalkan
resiko dari dosa yang sudah kita pilih. Ayolah, sebagai manusia kita diharapkan
untuk melakukan dosa, agar usai melakukan kita diharapkan untuk bertobat dan
menceritakan kepada orang lain sebagai pelajaran.
Saya sudah memilih dosa.
Dan bagi saya dosa ini begitu menyenangkan. Saya memilih dosa Mabuk atau
mengkonsumsi minuman keras. Bagi saya ini adalah perbuatan dosa yang tidak
begitu memberatkan dalam hal urusan uang Bandingkan dengan madat, main, dan
madon. Untuk melakukan dosa itu dibutuhkan material yang berlebihan. Melakukan
mabok tidak butuh banyak uang, jika tidak ada undang teman-teman patungan beli
yang termurah namun menyehatkan. Dunia bisa dimiliki bersama.
Maling, ini perbuatan dosa terkutuk yang dicaci maki
bapak saya. Karena itu terlalu sangat menyusahkan orang lain. Bagiamana tidak
menyusahkan, saat barang yang begitu dinilai berharga dan disayang diambil
orang tanpa ijin, apa ngak marah kita.
Madon, memang nikmat main selangkangan. Tapi selain mahal
juga penuh resiko terserang penyakit mematikan seumur hidup.
Main,
ah inilah dosa yang paling saya benci. Bayangkan saat kita bersusah payah
mendapatkan uang dari keringat dan kerja keras. Eh kok dengan enaknya
dihabiskan di meja judi. Jika menang ketagihan, jika kalah sambat.
Madat.
Apa sih enaknya dari menjadi pecandu? Saya rasa tidak ada. Ketagihan opium,
sabu-sabu, putauw, ekstasi. Saya berharap tidak sampai ke sana, karena jika
sakauw wah biaya dan pengorbanan yang berat dibutuhkan untuk mengatasinya.
Belum lagi ancaman dari aparat.
Mabuk.
Hanya berusaha untuk menghilangkan pusing, stress, dan kesuntukan dengan
memasukkan minuman yang mengandung alkohol dalam tubuh serta tertawa bersama
kawan seminuman. Jika mabok dianggap sumber segala dosa, ini perlu kita kaji
bersama.
Pemabuk
adalah tukang resek. Ini tidak benar, karena jika sudah mabok orang sekuat
apapun pasti kalah dengan orang normal jika beradu jotos. Pemabuk resek itu
adalah orang setengah mabuk yang butuh pelampiasan untuk melakukan kekerasan.
Sebab di saat normal dia tidak berani melakukan kekerasan.
Mabuk
menyebabkan orang main perempuan. Saya akui memang benar, apalagi mabuknya di
lokalisasi. Mabuk enak bersanding perempuan cantik. Cantik karena terlalu otak
sudah tidak bekerja normal. Solusinya, jika berniat mabuk di lokalisasi maka
cukupkan uang di kantong kita untuk bisa mencapai taraf mabuk yang masih mampu
untuk berjalan pulang. Belikan semua uang di kantong hanya untuk minuman,
camilan, dan rokok. Sisakan sedikit untuk saku pulang. Jika di kantong tak
uang, maka tak perempuan yang bisa diajak pulang.
Resikonya,
jika terlalu banyak maka tubuh akan rusak. Tapi biasanya jika sudah merasa
sakit, pemabuk akan menghentikan mabuknya dan tidak ingin melakukan dosa
lainnya.
Salam
mabuk.
Komentar
Posting Komentar