Pati Geni

Jadi akan seperti ini ceritanya. Tepat sekitar sembilan tahun yang lalu, saya terakhir kali melakukan puasa total dari segala aktivitas material jasmaniah. Atau lebih tepatnya, dalam Jawa disebut puasa Pati Geni dan di lingkungan Bali dikenal dengan puasa Nyepi. Selama 24 jam penuh, tubuh ini tidak mendapatkan asupan makanan minuman, tidak boleh melakukan kegiatan yang berhubungan dengan pekerjaan apapun, dan tidak mendapatkan cahaya dari sumber cahaya mana pun. Tidur masih bolehlah.

Jika di Bali puasa dini berhubungan dengan penuh dengan agama dan ritual. Sedangkan puasa Pati Geni dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan sudut pandang spiritual dari dalam diri sendiri. Mediasi menjadi jalan utama untuk mendapatkan sudut pandang spiritual dan lebih banyak dimanfaatkan jalan keluar permasalahan yang dihadapi.

Saya pertama kali mengenal puasa ini dari sahabat yang sudah saya anggap sebagai saudara dari Bali. Kami pertama kali berkenalan lewat arak, yang kemudian dilanjutkan dengan perbincangan di banyak waktu dan tentu saja fokus pada perjalanan spiritual dari sudut pandang masing-masing. Bagi kami, pembicaraan tentang pengalaman spiritual mengalami pertemuan pada banyak titik yang menjadikan kami satu pandangan terhadap Sang Pencipta. Tidak usah dijelaskan lebih jauh dengan konsep ini.

Sedikit tentang sahabat atau saudara saya ini, baginya hidup itu adalah proses mencari jati diri yang sejati. Bagaimanapun, dimanapun, dan kapanpun dirinya selalu melakukan intropeksi diri tentang apa yang salah dan benar dalam perbuatan. Darinya pula saya mendapatkan pemandangan yang luas tentang Tri Hita Karana. Konsep yang masih abadi dipegang masyarakat Bali. Hidup baginya adalah keberuntungan. Tidak usah mencari dengan sepenuh hati, karena rejeki sudah digariskan oleh Tuhan sejak lahir hingga mati. Sama seperti umur dan jodoh.

Prinsipnya sangat sederhana. Jika kau lapar, maka makanlah. Jika kau haus, minum saja. Jika butuh uang maka bekerjalah. Bekerja apa saja tentu akan mudah didapatkan asalkan tidak tinggi hati dan tidak mencuri.

Tawaran untuk melaksanakan puasa Nyepi diutarakan saat dia melihat saya sedang penuh masalah. Tidak usah sesuai dengan ajarannya, namun ensesinya yang harus didapat. Bagaimana puasa sehari semalam tanpa melakukan apa-apa adalah proses berkomunikasi dengan diri sendiri. Tanpa orang lain. Tanpa perantara apapun. Semua diutarakan untuk mendapatkan jawaban apa yang seharusnya kita lakukan sesuai dengan hati nurani. Berat untuk pertama kali. Tapi kedua kalinya, ada kerinduan sungguh yang tidak bisa ditawar lagi untuk menjalankannya.

Di sini, memang tidak ada ritual Nyepi yang se sunyi di Bali. Tapi puasa yang sama bisa dilakukan kapan saja. Namun yang utama adalah saat hari kelahiran dalam hitungan kalender Jawa. Dimaksudkan sebagai peringatan pada diri sendiri, bahwa di hari lahir ini kita baru saja mengenal dunia setelah sembilan bulan dalam rahim ibu tercinta. Penghormatan saja tidak ada yang lain.

Kali ini saya mencobanya. Dengan cara sendiri dan kepercayaan saya sendiri. Tidak ada yang lain. Saya hanya ingin mendapatkan apa yang akan dikatakan hati nurani saya terkait apa yang akan saya lakukan.

Dan, tentu saja hanya satu kata yang kemarin saya dapatkan. Jalani saja kehidupan.