Status Kawan, Mengambarkan Senjakala Media

Ketika status dalam dunia maya seorang kawan berbunyi, pekerjaan wartawan adalah sampingan, yang utama adalah ternak ayam. Saya merasa sedih. Terus terang meskipun itu adalah urusan dan persoalan pribadi yang bersangkutan, namun sebagai mantan rekan satu jawatan di dunia pers, saya tidak setuju dengan status yang dituliskan tersebut. Saya tidak akan memberikan komentar atau tanggapan satupun untuk status itu di dindingnya. Biarlah keluh kesan ini saya tuliskan dalam halaman pribadi milik saya.
Saya mengenalnya ketika sama-sama bekerja di koran lokal yang berbeda. Dia asli orang lokal. Dia lebih memahami orang dan wilayah liputannya. Saya masih harus terus belajar, bahkan sampai sekarang. Kawan saya, dia juga lebih bagus mungkin dibandingkan saya, namun ketika meminta berita tentu saja saya akan berikan karena demi persahabatan.
Menilik kembali ke status, “wartawan kie sampingan” rasanya apa yang dinyatakan Bre Redana dalam “Senjakala Media Massa” mendekati kebenaran. Meskipun beberapa argumen menyanggahnya. Namun juga melihat faktor internal yang muncul, bisa jadi Senjakala itu akan datang lebih cepat.
Ketika seorang wartawan atau pencari dan penyaji data sudah menyatakan bahwa pekerjaan yang dilakukan sekarang ini adalah pekerjaan sampingan, maka orientasinya terhadap kemajuan dirinya sendiri maupun media tempat dia bernaung sudah bisa saya katakan mati. Dalam dunia wartawan atau khususnya pers, dibutuhkan konsentrasi, pengetahuan, kelihaian, dan keseriusan untuk mencari dan menampilkan data dalam sebuah berita agar memberikan informasi yang jelas kepada audiensnya. Tapi jika sudah menjadi pekerjaan sampingan, maka apa yang dilakukan di lapangan hanya sambil lalu.
Sambil lalu di sini, saya artikan bahwa ketika di lapangan wartawan ini tidak pernah serius untuk mencari sebuah berita yang berbobot. Dia hanya mengandalkan informasi yang berasal dari sumber resmi pemerintahan atau lembaga lainnya. Atau bahkan yang lebih menjijikan lagi, dia melakukan reka ulang berita yang didapatkan dari kawan sejawatnya untuk ditampilkan di ruang publik. ‘
Hal ini tentu saja tidak akan menjadi masalah jika, para audiens dari media tempat kawan saya bekerja tidak peduli akan berita. Pembaca hanya merasa kasihan kepada penjualnya, atau pembaca hanya peduli akan iklannya.
Namun bisa saya pastikan 1000%, bahwa orang membeli korang dikarenakan faktor isi berita yang berbeda dibandingkan dengan media lainnya. Jadi ketika berita itu didapatkan dengan cara yang lebih mudah tanpa keseriusan, tanpa pengetahuan, dan tanpa kerja keras maka wartawan yang menuliskannya mematikan jalan kehidupannya dalam dunia pers.
Saya tidak akan menghakimi karena saya bukan hakim.
Ketika Bre Redana menyatakan kematian media massa karena pertumbuhan yang cepat dari dunia maya dan perubahaan orientasi pekerja di dalamnya. Maka status kawan itu masuk ke kriteria kedua. Perubahaan orientasi para pekerja media.
Sebagai pembanding, ingat ini hanya sebagai pembanding saja, ketika ketika memiliki fokus dan kenyamanan pada sebuah pekerjaan maka kita akan melakukan berbagai hal yang tentunya menghasilkan hasil terbaik demi keberlangsungan kehidupan media maupun nama besar kita sendiri. Karena manusia hidup dasarnya adalah mampu menghasilkan keberhasilan dengan melakukan berbagai perubahaan menghadapai tantangan yang dihadapi.
Sebagai wartawan, ini pengalaman saya, ketika mendapatkan sebuah informasi menarik yang berkaitan dengan publik, entah dari pemerintah maupun lembaga lainnya. Maka yang pertama dilakukan adalah mencari latar belakang kenapa hal itu bisa terjadi. Wartawan harus mencari sumber data yang lengkap untuk mendapatkan data yang valid. Dari sanalah maka petualang menambah data akan terus dilakukan dengan turun langsung ke lapangan untuk merasakan dengan segala indra yang dimiliki tentang apa yang sebenarnya terjadi. Saat data dirasa lengkap, maka kemampuan untuk meramunya menjadi masakan (berita) yang memiliki cita rasa enak adalah pekerjaan yang tidak pernah akan bisa disampingkan.
Berbagai data berterbangan di otak penulis, untuk kemudian dijumput satu persatu, dikaitkan satu persatu sesuai dengan hukum sebab akibat, dan dirangkai dengan kata-kata yang tepat untuk kemudian disajikan ke pembaca untuk dinikmati dan dinilai. Tidak sekedar informasi saja yang disajikan dalam berita, tentang akibat dan solusi permasalahan kiranya akan lebih baik disajikan bersama. Sehingga pembaca setia akan mendapatkan gambaran tentang apa yang sebenarnya terjadi di balik peristiwa itu.
Untuk menghasilkan semua itu, dibutuhkan banyak energi dan pembuktian kemampuan diri. Jadi tidak hanya tenaga yang setengah-tengah. Jadi dunia wartawan tidak membutuhkan orang-orang yang menjadikan dunia ini adalah pekerjaan sampingan. Dunia kewartawanan membutuhkan orang berdedikasi tinggi, fokus, dan mau terus belajar untuk menghasilkan yang terbaik.
Kepada kawan yang saya kenal, baik di dunia maya atau nyata, mungkin sekelumit padangan atau tanggapan dari saya untuk anda. Jika ini tidak berkenan saya pikir hal itu tidak akan menjadi masalah bagi saya.

Kepada saya, terus-menerus saya akan mengingatkan diri saya sendiri untuk membuat judul dahulu baru kemudian menulis. Karena judul adalah inti dari tulisan. Tanpa judul, anda tidak akan pernah bisa memulai tulisan dengan baik. Judul adalah pagar api dalam tulisan kita agar tidak keluar dan menjadikan tulisan kita tidak beraturan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

‘Dua Jaya’, Penambal Ban Paling Ampuh se-Kota Genteng

Bertobat Jangan Setengah-setengah

Sekilas Tentang Kematian Media Cetak