Gema Wisata

Di periode 90-an, Pemkab Banyuwangi meluncurkan program “Gema Wisata” akronim dari “Gerakan Massal Wilayah Desa dan Kota”. Sampai sekarang pun, mbah Google masih belum bisa memberi petunjuk apa tujuan dari program itu.
Saya tidak akan mempermasalahkan dan menyulitkan diri untuk mencari lebih jauh dari “Gema Wisata”. Saya malah lebih tertarik untuk membahas tentang lambang atau simbol yang dipergunakan dalam sosialisasi program itu. Menariknya, dari puluhan tugu yang dibuat oleh Pemkab memiliki desain yang sama.
Berbentuk persegi panjang yang membuat tulisan Gema Wisata dan artinya, diatas disematkan dua ekor ular perkelapa manusia yang mengampil lambang Kabupaten ujung timur itu. Ular berkepala manusia ini bukan seperti mitor Nyi Blorong yang menjadi mitos di kawasan tengah pulau Jawa dimana selain memiliki kepala juga memiliki tangan dan hanya bagian bawah saja yang berbentuk ular untuk berjalan. Namun ular yang ditampilkan adalah ular yang hanya berkepala saja dan lebih banyak menyerupai gambaran tokoh di perwayangan yang memiliki hidung panjang.
Karena saya tidak pernah mendapatkan apa arti dari simbol itu sebenarnya, akhirnya melalui beberapa perdebatan kecil, saya dan teman-teman entah di SMP maupun SMA mencoba mengartikan sendiri. Kami melihat penerapan simbol ular berkepala manusia itu adalah gambaran karakter orang asli Banyuwangi atau Lare Osing (Laros) yang fokus pada tujuan hidup, tidak pantang menyerah, tidak putus asa, dan selalu lihai melihat peluang yang bisa dimanfaatkan.
Bagi kami, ular berkepala manusia atau lebih enaknya disebut “Ular Gema Wisata” ini tidak sama dengan tipikal jenis ular yang ada diseluruh dunia. Karena tidak memiliki taring, kami mengasumsikan ular ini adalah sejenis ular python atau anacoda. Dimana jenis ular ini lebih banyak mengandalkan lilitan tubuhnya untuk meremukkan tulang mangsanya sebelum ditelan utuh.
Kami mengambarkan Laros adalah tipikal ular yang lain. Ular Gema Wisata tidak mengigit karena tidak memilik taring, tidak berbisa, dan tidak meremukkan lawanya untuk dijadikan mangsa. Tapi secara umum, semua jenis ular memiliki kefokusan yang luar biasa untuk menyerang mangsanya.
Jadi ular Gema Wisata ini untuk meraih tujuannya adalah dengan selalu berada di sekitar mangsa kapan saja dan di mana saja atau bahasa prokem lokalnya (Nglibet), selalu menghubungkan segala hal dengan mangsanya hingga membuatnya binggung (Mbulet), dan ketika sudah lengah maka dia akan menyerang secara halus hingga mangsa ini tidak sadar bahwa dia diserang dan anehnya meninggalkan kenangan yang akan diingat selamannya.
Untuk mencapai taraf “Nglibet” dan “Mbulet” itu dibutuhkan kosentrasi yang tinggi karena semua informasi terbaru tentang sasaran harus didapatkan segera, kelihaian mencari peluang untuk membuat binggung sasaran, kesabaran menanti waktu yang tepat menyerang sasaran, dan melakukan serangan halus yang akhirnya menciptakan situasi dimana sasaran mengaku kalah untuk selamannya.
So, ini teori saya kembangkan pagi ini sambil meminum kopi hitam karena kiriman yang selalu saya harapan belum datang dari barat. Untuk penerapan teori “Nglibet” dan “Mbulet” sampai sekarang saya harus belajar kepada satu orang yang sukses menerapkan dalam kehidupannya selama bertahu-tahun.
Bukankan begitu Gema Wisata?....


Komentar

Postingan populer dari blog ini

‘Dua Jaya’, Penambal Ban Paling Ampuh se-Kota Genteng

Bertobat Jangan Setengah-setengah

Sekilas Tentang Kematian Media Cetak