Catatan Ke-120 : Namanya Phil Al Makin


Pertama kali bertemu dengannya dalam konferensi Sosiologi Agama di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, rasanya banyak orang yang meragukan kedalaman ilmunya. Biasa saja. Namun ketika berbicara dia mampu menyampaikan pemikirannya dengan jelas dan penuh dengan hal-hal baru yang belum banyak saya diketahui.

Prof Dr. Phil Al Makin, S.Ag.,MA namanya. Guru besar program studi sosiologi agama dan ketua LP2M UIN Sunan Kalijaga.

“Hadir sejak berpuluh abad lampau. Agama adalah sebuah lembaga yang mampu bertahan di tengah perubahan jaman. Agama menjadi pegangan umat manusia menentukan apa yang harus dilakukan tetapi tetap di jalan Tuhan,” katanya saat memaparkan pemikirannya.

Menurutnya hampir semua agama yang ada di dunia sudah melakukan perubahan besar dan menjadikan pemeluknya mampu mengatasi kondisi jaman yang penuh tantangan. Namun tidak dengan Islam.

Sebagai agama kedua terbesar pemeluknya di dunia, Agama Islam mengalami kebekuan dan menolak melakukan perubahan. Semua pemikiran tentang pembaharuan, Makin menjelaskan banyak pertentangan yang dihadirkan para pemuka maupun ulama.

Perubahan hakiki dimulai dari kritik. Namun pemeluk Islam tidak menerima kritik apapun sejak kehadirannya. Saat kritik datang para pemeluknya marah-marah dan bahkan bisa terjadi pertumpahan darah.

Dalam diskusi itu, Makin mengajak peserta menenggok kebudayaan barat di mana peradaban Kristen maupun Katolik telah mengalami banyak perubahan dan membawa kemajuan yang berarti. Agama di sana telah menjadi nilai hidup, perdabab, dan kebudayaan yang menjadikan pemeluknya berkemajuan.

Perpecahan Kristen menjadi Protestan dan Katolik yang dipicu Martin Luther di Jerman menyadarkan masyarakat bahwa gereja sebagai pusat agama tidak bisa lagi mengatur masyarakat soal pahala dan dosa. Gereja bukan lagi pusat keagamaan.

Gereja menjadi institusi sendiri yang berada dalam posisi mempertegas dan mengatur ulang nilai-nilai Ketuhanan. Kondisi ini mengakibatkan manusia memiliki kebebasan dalam mengatur kehidupannya dan menghadirkan sikap hidup materialistik.

Bagaimana dengan Islam?

Dalam kajiannya, Makin melihat perubahan tidak pernah dilakukan umat Islam. Bahkan di negara-negara yang memiliki pengaruh besar kepada Islam seperti Arab Saudi dan Mesir, perubahan tidak pernah bisa dilakukan karena pertentangan yang terus-menerus.

Kehadiran Islam transnasional yang menginginkan semua pemeluk mengamalkan ajaran agama sesuai perintah dan wahyu Tuhan yang diterima Nabi Muhammad menjadikan agama besar ini mengalami kebekuan.

Kehadiran Islam transnasional dinilai menghancurkan kebudayaan lokal dengan menjadikan satu aturan baku yang seragam untuk semua umat manusian. Makin melihat dengan posisi ini, Islam akan menjadi musuh peradabab maju.

Padahal, kehadiran Islam untuk umat manusia tanpa pernah menghilangkan perbedaan yang ada.

Disinilah, bagi Makin cendekiawan Muslim Indonesia bisa mengambil peran. Dengan keragaman budaya dan peradaban, Islam di Indonesia mampu menjadi sebuah pegangan yang menuntun keduanya menjadi lebih baik. Dari sini Islam tidak lagi hanya menjadi ajaran teologi.

Kehadiran Islam asli Indonesia yang memiliki karakter nusantara dan berkemajuan dinilai menjadi obat melawan Islam transnasional.

Tetap berpegang penuh pada Al-Quran dan hadis, Makin melihat penambahan berbagai ilmu pengetahuan bisa dilakukan dengan mengkaji dan memasukkan berbagai budaya positif yang lahir di Indonesia menjadi bagian Islam.

Islam Nusantara-Berkemajuan adalah Islam yang mampu menghargai, melindungi, dan menjaga semangat pluralisme tanpa pernah berpaling dari ajaran inti.

Kehadiran pluralisme dan menghargai ajaran agama lain baginya merupakan benteng kuat melawan ajaran Islam transnasional yang selama ini dianggap sebagai pemicu kehadiran radikalisme dan terorisme dalam tubuh Islam.

Jalan kekerasan yang banyak dilakukan penganut Islam transnasionalisme menjadi satu penyebab bagaimana Islam dipandang negatif oleh kebudayaan barat. Bisa dikatakan, ini adalah penganjal bagi Islam sendiri untuk berkembang di sana.

Dengan mengkaji berbagai literasi, kebudayaan, teks-teks kuno, dan berbagai relief di hasil kebudayaan Indonesia. Islam diprediksi akan menemukan bentuk yang cocok bagi Indonesia.

Makin membayangkan Islam yang hidup di Indonesia adalah Islam yang menghargai kebudayaan, menjaga semangat kemanusiaan, dan terus berpikir berkemajuan agar mampu menghasilkan pengetahuan yang menjadi kunci melawan perubahan jaman.

Jika nantinya Islam seperti itu bisa terlahir di bumi nusantara, Makin sangat optimis ajaran ini banyak diterima oleh banyak wilayah yang selama ini menolak Islam. Dari sudut pandang apapun, Islam Nusantara-Berkemajuan adalah ajaran yang mendamaikan.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

‘Dua Jaya’, Penambal Ban Paling Ampuh se-Kota Genteng

Bertobat Jangan Setengah-setengah

Sekilas Tentang Kematian Media Cetak