Etika dan Tantangan Wartawan

Menjadi wartawan/reporter/kontributor sama artinya dengan menjadi seseorang yang harus mampu memilkul tanggung jawab yang begitu besar kepada para pembaca/pendengar/pemirsa. Terkait tentang apa saja yang diketahui atau apapun yang dipikirkan seorang wartawan, maka hal itu pertama-tama adalah milik dari khalayak. Bukan milik seorang pemimpin daerah/lembaga, bukan milik pengusaha besar, dan tentu saja bukan milik politikus.

Wartawan dituntut untuk mempertanyakan berbagai hal secara mendetail dan jelas. Kemudian menuliskannya dengan runut sehingga mudah dipahami khalayaknya. Meski terkadang dengan suara yang meledak-ledak seperti menyudukan narasumber, namun semua yang dilakukan wartawan masih dalam kadar keetisan. Wartawan mengatakan apa yang terjadi. Dalam etika peliputan dan pembuatan berita, wartawan tidak terpengaruhi oleh siapa dan apapun. Wartawan mengatakan apa yang terjadi.

Jika ada seseorang/lembaga meminta wartawan untuk berubah, semisal dari sebelumnya mengkritisi berbagai permasalahan di masyarakat kemudian berbalik harus mendukung semua yang terjadi di masyarakat. Maka seseorang/lembaga itu haruslah dipertanyakan siapa dan di posisi mana dia berada sehingga mampu merubah etika dan hakekat wartawan.

Tugas sejati wartawan adalah menceritakan apa yang sedang terjadi, apa yang sesungguhnya telah terjadi, bukan memaniskan sebuah berita atau mengabaikan sebuah berita karena akan membuat seseorang/lembaga tidak senang. Jika wartawan melakukan itu, maka wartawan itu layak disebut melakukan sesuatu yang tidak faktual.

Dalam bekerja wartawan tidak pernah mengandalkan kepada keberuntungan dalam mencari sebuah informasi untuk bahan berita. Wartawan dituntut melakukan tindakan di lapangan untuk mendapatkannya.

Sikap ini adalah sikap etis yang harus terus dipertahankan seorang wartawan. Kenapa ini penting? Sikap etis adalah kata kunci untuk mempertahankan khayalak yang menjadi segmen pasar sebuah media. Undang-undang media yang sudah ada, dalam sikapnya selalu mendukung penuh kredibilitas. Dan di lapangan, wartawan yang langsung berhubungan dengan berbagai narasumber haruslah mampu menjaga dan mempertahankan obyektivitas.

Di era kebebasan yang meluber sekarang ini, kebebasan terbaik yang harus didapatkan oleh wartawan adalah sikap bertanggung jawab. Tapi secara nyata, hubungan antara kebebasan dengan tanggung jawab itu begitu sulit untuk berjalan ke satu arah.
Teori yang muncul tentang kebebasan pers ialah kebenaran akan muncul dari aksi peliputan yang tidak tersekat pada suatu hal. Tentu saja kebenaran yang disajikan oleh insan pers adalah kebenaran yang bisa saja tidak sempurna dan seketika itu demi kepentingan seseorang/lembaga. Yang menjadi pedoman insan pers sekarang ini, penilaian sebuah berita tidak lagi berdasarkan pada besar ,kecilnya dampak yang diakibatkan maupun maknanya, namun lebih berorientasi pada nilai jual. Sehingga, sekarang ini tidak ada lagi hal-hal atau peristiwa yang terlalu sepele untuk disajikan kembali di media.

Dengan kondisi sekarang ini, wartawan dituntut mampu menjadi seorang pendidik yang lebih mengutamakan memberi penjelasan tentang berita daripada menjadi pertama yang datang di tempat kejadian.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

‘Dua Jaya’, Penambal Ban Paling Ampuh se-Kota Genteng

Bertobat Jangan Setengah-setengah

Sekilas Tentang Kematian Media Cetak