Abunawas; Rasa dan Kenyataan
Suatu ketika Raja Harun
mengadakan sayembara bagi siapa saja yang mampu menahan hawa dingin gunung
tertinggi di sana dalam kondisi telanjang selama semalam suntuk akan
mendapatkan dua kantong
Tersebutlah Ali, pemuda miskin yang berkehendak mendapatkan
uang untuk pengobatan ibunya yang sakit keras mengajukan diri setelah tiga
minggu pengumuman sayembara tidak ada pendaftar. Rakyat Raja Harun tidak
berminat mati kedinginan di gunung tertinggi yang berada di sisi utara
“Apakah kau benar-benar siap melawan hawa dingin semalam
suntuk dengan telanjang di puncak gunung itu hai Ali,” kata Raja.
“Demi Ibu yang melahirkan saya dan Wakil Tuhan di dunia,
saya siap melakukan apa saja untuk kesehatan dan panjang umur beliau ya
Baginda. Jika memang saya mati, biarlah saya mati saat saya memperjuangkan
sesuatu yang benar bagi saya. Karena itu kematian yang maha mulia,” jawab.
Singkat cerita, Ali hari itu juga berangkat dan sampai
puncak pada sore hari kedua dia mendaki. Dengan keyakinan penuh, dia kemudian
melepas baju telanjang bulat ketika matahari mulai tenggelam.
Sebelumnya,
ketika meminta doa restu kepada ibunya untuk ikut perlombaan ini, Ali meminta
agar setiap malam di depan rumahnya dinyalakan obor hingga pagi. Dia meminta
ibunya untuk tetap mempertahankan nyala api agar tidak padam.
Malam hari
tiba. Ketika Raja Harun mendapatkan laporan bahwa Ali sudah melaksanakan
ketentuan sayembara. Raja Harun dengan santainya masuk ke kamar. Sedangkan Ali
dengan semangat dan niat dia terus bertahan. Matanya tidak pernah lepas dari titik
api yang dijaga ibunya di depan rumah.
Dari
kejauhan, titip api itu seperti bintang di langit. Bisa dilihat namun tidak
bisa dirasakan. Ali terus menahan
dingin, dan dia mampu bertahan hingga pagi menjelang.
“Baginda,
sesuai dengan perjanjian, hamba mampu bertahan semalam suntuk tanpa pakaian di
puncak gunung. Jadi dimanakah hadiah yang Baginda janjikan,” tanya Ali ketika
menghadap Raja Harun.
“Aku tidak
akan mengingkari janjiku. Tapi katakan apakah rahasiamu hingga engkau mampu
melawan dingin tanpa satu pakaian apapun wahai Ali, aku ingin engkau cerita,”
jawab Raja Harun,
Ali lantas
bercerita bahwa kekuatan utama dia bertahan dari hawa dingin puncak gunung
adalah dengan memandang titik api dari obor yang dinyalakan dan dijaga oleh
ibunya di depan rumah.
Mendengar hal
ini, Raja Harun tidak terima dan menuduh Ali curang. Raja memutuskan Ali tidak
mendapatkan hadiah. Mendengar hal ini, kesedihan Ali tidak tertahan dan
penyakit ibunya semakin bertambah parah. Ditengah keputusasaan itu, Ali menghadap
dan menceritakan apa yang baru terjadi kepada Abunawas, yang dikenal memiliki
kecerdikan ketika berhadapan dengan Raja Harun.
“Aku akan
membantumu. Tapi aku minta dua hari untuk memikirkan apa yang harus kulakukan,”
jelas Abunawas.
Selang dua
hari kemudian, Abunawas datang ke rumah Ali dengan membawa bahan makanan yang
begitu banyak dan juru masak terhebat kerajaan. Mereka berdua lantas memasak
makanan yang begitu banyak dan mengundang semua warga di kota untuk hadir. Termasuk
Raja Harun.
Mendapatkan
undangan istimewa ini, Raja Harun tidak melewataknnya. Dengan bangga dia hadir
dan menyatakan Ali berbuat curang dalam sayembara.
Abunawas yang
kali ini menjadi tuan rumah dengan hangat menyapa semua tamunya, termasuk Raja
Harun. Abunawas begitu lancar membicarakan berbagai cerita sehingga semua tamu
seperti tersihir.
Dua jam. Tiga
Jam. Empat Jam. Waktu berlalu begitu cepatnya. Para tamu mulai kelaparan,
karena hidangan belum juga dikeluarkan tuan rumah. Padahal sejak awal, baunya
begitu mengoda.
Raja Harun
dan para tamu pun protes kepada Abunawas. Permainan apa lagi yang sedang
dijalankannya. Para tamu merasa kedatangan mereka tidak dihargai tuan rumah
dengan tidak menyuguhkan hidangan. Hanya dengan memamerkan baunya saja. Dan ini
membuat tamu semakin kelaparan.
“Jadi, apa
yang Baginda dan para tamu sekali alami persis seperti yang dialami Ali di
puncak gunung pada malam lalu. Dia bertahan telanjang bulat dan hanya memandang
titik api yang dinyalakan ibunya,” jelas Abunawas.
Dengan
hadirnya titik api itu, api semangat dalam tubuh Ali juga membara. Api inilah
yang menjadi penghangat bagi Ali melawan hawa dingin yang selalu dijauhi
penduduk. Ali kuat bertahan karena berhasil merasakan api pengorbanan ibunya
dari jarak jauh.
“Seperti yang
kalian alami. Malam ini kalian hanya bisa menciumnya baunya saja namun tidak
bisa merasakannya. Sama seperti Ali, jika kalian memiliki semangat seharusnya
dengan bau makanan saja kalian sudah kenyang. Ali dan saya bisa melakukannya,”
pungkas Abunawas dengan senyum kemenangannya.
Usai Abunawas
berkata, para tamu menunduk lesu dan tidak percaya bahwa kedatangan mereka
adalah untuk membuktikan bahwa apa yang dilakukan Ali di puncak gunung tidak
menyalahi aturan. Mereka membenarkan itu. Demikian juga dengan Raja Harun dan
mengakui kekalahannya.
Sesuai
janjinya, Ali mendapatkan dua kantong emas karena memenangkan sayembara. Sedangkan
Abunawas membawa pulang satu kantong emas karena kepintarannya.
*Jadi tulisan diatas adalah
upaya saya merekontruksi sebuah cerita yang dulu sempat saya baca di waktu
kecil. Jangan tanya baca dari mana, karena saya lupa. Nama Abunawas saya pilih
karena lebih mudah mengingatkan. Jika nanti ada cerita Abunawas yang mirip
dengan cerita yang sama, ya saya tetap akan lanjutkan menulis*
Komentar
Posting Komentar