Kau dan Aku Adalah Penonton

Suatu saat, entah kapan dan dimana, engkau akan berpikir tentang kebijaksanaan. Meskipun didepan sana sudah jelas jalan buntu yang menghadang namun keyakinan dan semangat kita yang tidak akan pernah memadamkan keinginan mencari arti kehidupan.

Jika memang sudah tidak mampu meneruskan pencarian, sebaiknya engkau dan aku duduk di pinggir jalan ini dibawah pohon sambil berharap sang depan pengetahuan akan melintas untuk bisa kita mintai pendapat dan pengalamannya.

Kebijaksanaan bukan untuk ditemukan dan dipelajari seperti di sekolah maupun padepokan. Kebijaksanaan adalah inti dari pengalaman hidup setiap manusia yang harus didapatkan dengan keringat dan kerja keras. Kerja cerdas, jangan pernah percaya. Karena itu hanyalah impian orang malas.


Dengan pengetahuan, manusia mampu menaklukan dunia. Dengan pengetahuanlah, manusia mampu memusnahkan manusia lainnya. Pengetahuan ditularkan dalam bentuk tulisan agar bisa dipahami seluruh generasi sesudahnya. Aku Berpikir Karena Aku Ada.

Maka ketika engkau tidak mampu menaruh harapan dan meminta pertolongan kepada Ganesha, maka aku sarankan lebih baik engkau menjadi penonton. Tapi jadilah penonton yang cerdas untuk menikmati kehidupan dunia yang nantinya menciptakan sejarah manusia.

Ganesha, saya menyukai dewa dalam mitologi Hindu ini. Ganesha adalah Dewa Pengetahuan yang berwujud gajah dengan empat tangan yang ketika berpergian menaiki tikus. Coba perlambang apa yang disematkan di tubuh Ganesha dalam berbagai patung yang dibuat manusia.


Tasbih melambangkan pengetahuan yang tiada pernah putus. Manusia dapat kebjiaksanaan melalui pengatuan yang didapatkan baik secara fisik maupun spiritual.

Kapak, diibaratkan adalah keberanian manusian untuk menghancurkan semua rintangan dan kendala dalam mencapai pengetahuan. Apakah engkau pernah mencobanya?

Gading yang dipatahkan di tangan, adalah wujud pengorbanan diri untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang merintangi manusia untuk meraih kemajuan dan kesuksesan berdasarkan ilmu pengetahuan. Tidak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan dengan ilmu pengetahuan.

Pada tangan terakhir, Ganesha memegang buku. Kau pasti tahu arti penting dari buku. Dari buku, dunia berserta sejarah yang pernah terjadi akan kita ketahui. Dan itu adalah unsur terpenting dalam pengetahuan.

Dua lambang lainnya, yang terdapat di tubuh. Selendang ular yang merambat ke atas melambangkan kekuatan dari dalam diri untuk berusaha menyelesaikan permasalahan kehidupan dengan kepada. Demikian juga dengan sebaliknya, ketika pengetahuan tidak mampu menjawab pertanyaan tentan Tuhan, maka otak harus dikembalikan ke hati untuk mencari hakekat Tuhan.

Jadi ketika semua halangan dan rintangan dalam kehidupan sudah teratasi, saatnya kita menikmati hasilnya. Ini dilambangkan Ganesha dengan cawan manis yang dihisap dengan belalainya. Putus asa dan kelemahan adalah musuh utama manusia dalam menjalani hidupnya.

Terkadang memang kita harus menyerah. Dan ketika kita menyerah maka kita adalah penonton jalannya kehidupan. Tapi jadilah penonton yang cerdas. Karena tidak ada gunanya menjadi penonton tanpa motivasi yang sungguh-sunggu. Tapi disaat akhir engkau memang menyerah, maka tirulah orang lain yang juga sama-sama menjadi penonton. Sebab engkau juga belajar.

Jika menulis dengan bulu angsa, kau mengores lembaran yang lama-lama basah oleh keringatmu dan terus-menerus berhenti untuk mencelupkan pena ke dalam tinta. Pikiranmu bergerak terlalu cepat untuk pergelangan tanganmu yang pegal. Jika kau mengetik, huruf-hurufnya bisa mengumpul, dan sekali lagi kau harus mengikuti kecepatan lamban mekanisme itu, bukan kecepatan jaringan syarafmu.

Tetapi dengan dia, apakah benda ataukan perempuan, jari-jari bermimpi, pikiranmu menyapu keyboard itu, kau membawa gagasan emas, akhirnya kau melawan cerahnya nalar kritis dengan kebahagiaan sebuah pertemuan pertama.

Huruf-huruf muncul ke permukaan dengan lamban, muncul dari ketiadaan dan dengan patuh kembali ke ketiadaan, melarut seperti ektoplasma. Ini suatu simfoni dari hubungan dan ketakhubungan halus di dalam air, sebuah tarian lemah gemulai dari bulan yang membenamkan diri, seperti seekor ikan besar Yellow Submarine. Dengan sentuhan ujung jarimu, slide-slide yang tak dapat diperbaiki lagi mundur ke arah sebuah kata yang lapar dan lenyap ke dalam peruntang dengan satu bunyi slurp, lalu gelap. Jika kau tidak berhenti, kata itu juga menelan dirinya sendiri, gemuk oleh ketidakhadirannya sendiri seperti lubang hitam seekor kucing Cheshire.

*Sebagian besar disadur dari Faucault’s Pendulum: Umberto Eco, 2010


Komentar

Postingan populer dari blog ini

‘Dua Jaya’, Penambal Ban Paling Ampuh se-Kota Genteng

Bertobat Jangan Setengah-setengah

Sekilas Tentang Kematian Media Cetak