Postingan

ASRI-KINGKOK Pada Seruas Jalan

Gambar
  Foto ini terkirim ke rumah emak di Genteng, Banyuwangi pada pertengahan minggu pertama Mei tahun ini bersama pemberitahuan saya tertilang karena tidak menggunakan helm.  Dalam upaya konfirmasi online, tercatat foto diambil pada Jumat (12/4) sekitar pukul 15.00 WIB. Saya mencoba menebak di mana tepatnya foto diambil lewat kamera perekam lalu lintas milik Polri. Berdasarkan pemahaman dan gambaran masa lalu, kemungkinan besar foto diambil oleh kamera yang terpasang pada lampu merah perempatan timur terminal Genteng. Karena perempatan itulah titik keramaian lalu lintas di Kota Genteng sebelah barat. Selalu saya sebut kota, meskipun kondisi jalan-jalan di sana masih banyak terdapat kerusakkan sejak saya tinggalkan 24 tahun lalu.   Saya tidak akan menyanggah pelanggaran yang terbukti sudah saya lakukan. Saya juga tidak akan berkomentar panjang lebar kenapa saya tidak menggunakan helm saat berboncengan dengan putri pertama saya, Nenas. Mungkin juga bersama Hayu, yang berada di tengah-tengah

Aku Percaya Pada Tuhan, Meski Ia Diam Tersembunyi

Gambar
Didikan jalanan menjadikan saya berani. Berani dengan tidak lagi memakai otot, namun sepenuhnya menggunakan otak. Kekerasan atas nama balas dendam saya wujudkan dalam bentuk cantik, namun sangat menyakitkan bagi lawan. Mungkin memang saat ini jalan takdir saya sampai pada fase kelelahan menjalani kehidupan. Meski tidak berhenti berdoa dan terus berusaha. Terkadang saya berpikir apakah sebaiknya saya mengalah dan tak meminta siapapun memahami keadaan lagi. Namun, pergulatan itu tidak panjang. Hanya sepemikiran menjelang mata terpejam. Keberanian yang tumbuh bersama kali pertama mengenal debu jalanan muncul kembali. Keberanian sejati dan sebenar-benarnya. Keberanian menjalani hidup dan menderita demi sesuatu yang selama ini saya percaya. Berimajinasi dan merangkai kata. Saya memutuskan tetap bertahan dan terus berjuang. Saya sudah mencobakan menenangkan diri. Terus memikirkan apa kesalahan yang telah diperbuat dan bagaimana memperbaikinya. Namun pada tahap itu saya tetap buntu. Belum ber

Kemarin Malam, Ada Masalah Lagi

Gambar
Mungkin pikiran saya terlalu kolot ketika mendapat tanggung jawab untuk menjadi salah satu pengurus di masyarakat. Saya tertinggal sangat, sangat jauh dengan pemikiran generasi Z yang begitu maju. Bahkan dalam adab dan etika bergaul di lingkungan, saya kalah telak. Seingat saya, ketika pertama kali memasuki komunitas dan tinggal di dalamnya. Seingat saya, pertama kali yang harus dilakukan adalah memperkenalkan diri kepada penghuni awal komunitas tersebut. Kalau di negara kita, proses perkenalan diri yang wajar itu adalah dengan menemui pengurus komunitas dan memberikan salinan data diri kita untuk diketahui serta menjadi catatan mereka. Tidak lupa juga menyampaikan tujuan kita berada di lingkungan komunitas itu. Terpenting, setelah diterima kita harus mematuhi dan menaati kesepakatan-kesepakatan yang telah mereka jadikan dasar agar komunitas mereka rukun, nyaman, dan aman. Di Surabaya, Jakarta, Bali, dan terakhir Yogyakarta. Saya selalu menjalani prosedur itu. Baik saat masih kost maup

Makan

Gambar
Dalam teori sosial, tiga hal penting yang dibutuhkan manusia ; Pangan, Papan dan Sandang. Soal pangan, ini merupakan kebutuhan manusia yang paling mendasar. Sama seperti berkomunikasi dan bergerak. Bercerita tentang makan. Saya selalu berpegang teguh pada omongan rekan kuliah saya di Surabaya, Yoga yang sekarang berdomisili di Malang. Dia berkata,: ‘Bagi orang yang berpendapatan rendah, soal makan mereka akan bekata. Apa yang kita makan hari ini?’ ‘Bagi mereka yang memiliki pendapatan agak lebih atau kelas menengah. Soal makan akan selalu berkata makan apa kita hari ini?’ ‘Dan bagi mereka yang berkelebihan atau kaya, persoalan makan tidak akan pernah lepas dari pertanyaan makan di mana kita hari ini?’. Sampai sekarang saya selalu berprinsip pada pernyataan pertama. Lapar adalah lauk terlezat bagi apapun makanan yang akan kita makan. Dengan rasa lapar, saya bersyukur akan kenikmatan yang Tuhan berikan hari itu. Rasa lapar menjadikamu sosok yang tidak pernah menyerah dan sela

Kami Ingin Mandiri Mendapatkan Kekayaan dan Kejayaan

Mudah sekali kalian mengumbar ‘nrimo ing pandum – nrimo ing pandum’. Kalian besar-besarkan itu untuk menutupi ketidakmampuan kalian menjadi pemimpin yang didapatkan tanpa perjuangan. Pada dasarnya kalian mengumbar kata-kata itu untuk tetap melanggengkan kehidupan bahagia yang kalian dapatkan sejak kalian masih menjadi sperma. Terlahir kaya, mendapatkan kerja yang dibayar negara dengan mudah, itupun masih mendapatkan triliunan dana hibah yang dibungkus kata-kata budaya. Sedangkan kami, para pemburu rupiah harus terpontang-panting tanpa jaminan bakal bergelimang rupiah. Bukannya kami tidak mau meminta kekayaan orang tua kami seperti kalian. Tapi kami ingin mandiri mendapatkan kekayaan dan kejayaan kami. Tanpa pernah harus menjadi penjilat yang menjijikan. Kami memilih kota ini karena kami yakin kehidupan kami akan lebih baik dibandingkan dengan kehidupan di kota sebelumnya. Kami bukan menyalahkan pilihan. Tapi kami menyalahkan pemimpin kota ini. Pemimpin yang hanya bisa mengobral kata-ka

Di Bridge, Pertanyaan ‘Mengapa’ Harus Dijawab Jelas

Gambar
Saat memulai menulis ini pandangan mata saya kabur karena terlalu lama menatap layar handphone di ruangan minim cahaya. Butuh waktu agak lama sel kerucut saya menyeimbangkan keberadaannya dengan sel batang di kedua mata. Soal ‘Bridge’ saya ingin menuliskannya sejak kepulangan dari Porwanas Malang tahun lalu. Namun karena masih banyak uang, jadi saya malas menuliskannya. Sekarang dalam kondisi awal tahun. keuangan babak belur. Ya sudah kita mulai ceritanya. Permainan Bridge saya kenal pertama kali pada medio 2016 lalu kalau tidak salah. Saat itu beberapa wartawan senior menanyakan apakah saya bisa ‘Truf’. Berhubung di Yogyakarta, khususnya Bantul tidak banyak atau sulit menemukan orang yang suka truf, saya mengiyakan saja. Soal truf, kami sudah lama berkenalan. Bahkan saat masih bersekolah atas di Genteng, Banyuwangi. Permainan truf merupakan kegiatan pemuda Barega Baja setiap malam. Dimulai pukul 19.00 permainan bisa berakhir hingga 01.00 WIB. Sistem poin, yang kalah kupingnya digantun

Ingatan Nikmatnya Jerbug, Berujung Parahnya Abrasi Selatan

Gambar
“Abrasi semakin parah beberapa tahun terakhir. Mungkin bibir pantai ini nanti akan berpindah tepat di jalan cor blok depan pos beberapa tahun lagi,” papar Gotrek alias Tri Jawarto di Pantai Baru. Setelah berpindah ke Bantul, kehidupan saya terhubung jelas dengan kawasan pantai Selatan. Dari sisi profesi, kawasan selatan selalu menyajikan banyak cerita menarik yang layak menjadi berita. Perjumpaan yang awalnya untuk foya-foya dan senang-senang. Lambat laun menjadi keakraban yang tidak terpisahkan pribadi saya dengan kawasan selatan. Saya mengakrabi setiap sudut pantainya. Mulai dari sisi timur yang berbatasan dengan tebing-tebing tinggi perbukitan Panggang. Hingga memanjang ke barat mendekati muara Kali Progo. Seiring usia manusia, semua berubah. Demikian juga kawasan pesisir. Kawasan ini menuju tampilan yang tidak pernah dibayangkan. Motif ekonomi menjadi tema besar perubahan. Namun alam menyajikan tampilan yang bertolak belakang. Abrasi semakin tampak nyata. Kehadiran Cemara