Aku Percaya Pada Tuhan, Meski Ia Diam Tersembunyi
Didikan jalanan menjadikan saya berani. Berani dengan tidak lagi memakai otot, namun sepenuhnya menggunakan otak. Kekerasan atas nama balas dendam saya wujudkan dalam bentuk cantik, namun sangat menyakitkan bagi lawan.
Mungkin memang saat ini jalan takdir saya sampai pada fase kelelahan menjalani kehidupan. Meski tidak berhenti berdoa dan terus berusaha. Terkadang saya berpikir apakah sebaiknya saya mengalah dan tak meminta siapapun memahami keadaan lagi.
Namun, pergulatan itu tidak panjang. Hanya sepemikiran menjelang mata terpejam. Keberanian yang tumbuh bersama kali pertama mengenal debu jalanan muncul kembali.
Keberanian sejati dan sebenar-benarnya. Keberanian menjalani hidup dan menderita demi sesuatu yang selama ini saya percaya. Berimajinasi dan merangkai kata. Saya memutuskan tetap bertahan dan terus berjuang.
Saya sudah mencobakan menenangkan diri. Terus memikirkan apa kesalahan yang telah diperbuat dan bagaimana memperbaikinya. Namun pada tahap itu saya tetap buntu. Belum berani melangkah pada langkah selanjutnya, melupakan dan tidak melakukannya lagi.
Hidup di jalanan, saya merasa otot adalah penguasan semuanya. Keberanian otot menjadikan diri kita berkuasa sepenuhnya pada semua yang di sekeliling kita. Tapi saya sudah lama meninggalkannya.
Saya menggantinya dengan kekuatan otak. Harus berpikir. Ada alasan kenapa kita dilahirkan dengan otak di kepala kita, bukannya batu.
Sebuah catatan pada lembar kertas kusam menuliskan ; Jika kau bimbang berdoalah. Biarkan doa dan harapan terwujud sesuai kehendak Tuhan dan alam.
Jika kau takut, duduk dan tunggulah. Ketakutanmu akan hilang seiring datangnya apa yang kau takutkan.
Jika kau sakit dan merana, berjalanlah. Di saat engkau terus bergerak, kesehatan dan keberuntungan akan hadir bersamaan.
Bagi saya ini seperti firman, saya belum bisa melakukan hal-hal sederhana itu. Apakah menjadi orang cerdas yang mampu merubah dunia dengan menciptakan sejarah.
Saya masih berdiri. Saya tidak mau menjadi orang-orang bodoh yang ditunjukkan jalan menuju kehancuran.
Zamannya sudah berubah saja
Tetapi kepercayaanku pada takdir yang ditentukan Penguasa Alam tidak berubah. Aku percaya pada matahari meski ia tidak terbit. Aku percaya pada cinta meski aku tak merasakannya. Aku percaya pada Tuhan meski Ia diam tersembunyi.
Aku percaya, aku percaya Lalu, membiarkan kehidupan berjalan dengan sendirinya, tanpa banyak bicara tanpa banyak kata.
Kesadaran yang paling-paling sadar aku pegang. Semua orang meninggal sendirian. Entah kau raja di medan pertempuran atau petani rendahan di ranjangnya di antara keluarga, tidak ada yang bisa menemanimu ke kehampaan.
Komentar
Posting Komentar