Mana yag lebih kuat; kematian atau kehidupan?
Ada dua sesi dalam novel ‘Baudolino’-nya Umberto Eco yang aku suka. Semua sama-sama satu rangkaian perjalangan Baudolino dan teman-temannya mencari istana Yohanes Sang Pembaptis.
Sesi pertama yang saya sukai
adalah saat rombongan ini bertemu dengan sekelompok masyarakat bertelanjang dan
sepenuhnya mengandalkan hidupnya pada kemurahan alam. Mereka memilih tidak
bekerja dan mengandalkan kejujuran sebagai jalan keselamatan.
Pada halaman 477….terkutiplah
‘Jumlah mana yang lebih besar,
jumlah orang hidup atau orang mati?”
“Yang mati jumlahnya lebih
besar, tetapi mereka sudah tidak dapat dihitung lagi. Jadi yang bisa kaulihat
lebih banyak daripada yang tidak bisa engkau lihat,”.
“Mana yag lebih kuat; kematian
atau kehidupan?”
“Kehidupan, karena kalau terbit,
matahari punya sinar yang terdang dan indah sekali. Dan kalau terbenam,
sinarnya kelihatan lemah.”
“Mana yang lebih banyak, bumi
atau laut?”
“Bumi, karena laut disangga
bumi,”
“Mana yang lebih dulu, malam
atau siang?”
“Malam. Segala sesuatu yang
lahir dibentuk dalam kegelapan Rahim dan baru kelak dibawa ke dalam terang.”
“Sisi mana yang lebih baik,
kanan atau kiri?”
“Kanan. Karena matahari terbit
dari di kanan dan mengikuti orbitnya di langit di kiri. Dan seorang perempuan
menyusui bayinya mula-mula di tetek kanan.”
“Binatang apa yang paling
buas,”
“Manusia.”
“Mengapa?”
“Tanya saja pada dirimu
sendiri. Kau juga seekor binatang buas. Kau hidup bersama binatang buas
lainnya. Dan dalam nafsumu akan kekuasaan kau ingin membunuh semua binatang
buas lainnya.”
“Tetapi jika semua seperti kau.
Laut tidak pernah dilayari, bumi tidak pernah digarap, kerajaan besar tidak
akan lahir untuk membawa aturan dan keagungan ke dalam ketidakteraturan dunia.”
“Masing-masing hal tersebut
sudah tentu baik. Tetapi ia dibangun atas kemalangan lainnya dan itu yang tidak
kami kehendaki.”
Sedangkan sesi lainnya adalah
kisah cinta Baudolino dan kekasih sejatinya, Hypatia.
Komentar
Posting Komentar