Nuklir, Ditakutkan Namun Dibutuhkan
Menukil pembukaan berita yang
ditulis Nurhadi Sucahyo di: https://www.voaindonesia.com/a/indonesia-go-nuclear-mimpi-atau-keinginan-realistis-/4628693.html.
“Teknologi
nuklir bagi Indonesia seperti buah simalakama. Kebutuhan energi listrik yang
besar, misalnya, bisa diselesaikan dengan nuklir. Namun, penolakan dari
masyarakat juga luar biasa,”. Adalah penggambaran yang tepat bagi kondisi dunia
energi di Indonesia sekarang.
Bukan saya
mau sok ahli-ahlian dalam bidang energi. Tetapi sebagai pemerhati penulis yang
tertarik dengan bidang energi, perkenankan saya menulis meskipun tidak dalam
tentang energi sebagai pengetahuan saja.
Jika membaca
tulisan Nurhadi, kenapa nuklir? Kita akan secara gamblang mendapatkan jawaban
di sana.
Keberadaan Badan Tenaga Atom
Nasional (BATAN) yang sejak 1978 sudah memulai penelitian tentang nuklir
sebagai sumber energi terbarukan, ternyata sampai sekarang belum pernah ada
realisasinya. Selama 40 tahun penelitian itu tidak terwujud sesuai harapan.
Ketakutan dan kekuatiran akan
bahaya atau dampak radioaktif nuklir ternyata masih digunakan banyak
masyarakat sebagai stigma bahwa nuklir sangatlah bahaya. Dari sanalah muncul
penolakan bahwa energi nuklir tidak akan berkembang di Indonesia. Ini menjadi
catatan non teknis dari BATAN maupun dari pemerhati energi nuklir.
“Masalah non
teknis kita anggap tidak tepat mendudukan nuklir sebagai kompetitor minyak atau
batu bara. Namun dari sisi teknis Indonesia siap kalau suatu saat pemerintah
menyatakan Indonesia go nuclear,” kata Kepala BATAN Djarot Sulistio Wisnubroto.
Berbeda dengan bahan baku
pembangkit energi lainnya. Energi nuklir memiliki kelebihan yaitu bersih dalam
munculnya limbah, harga bahan baku stabil, dan jangka operasional yang panjang
dengan daya besar. Terlebih energi nuklir tidak akan menimbulkan polusi dan ini
cocok dengan komitmen Indonesia menurunkan karbon hingga 29 persen pada 2030 nanti.
BATAN
memastikan bahwa Indonesia saat ini sudah siap untuk mengembangkan energi
nuklir karena memiliki sumber daya cukup. Salah satunya adalah tenaga ahli
terdidik di sektor ini juga melimpah.
Namun
kebijakan yang dikeluarkan pemerintah seperti menganaktirikan nuklir. Diperlukan
sebuah langkah politik tegas untuk merubah paradigma pemerintah terhadap
nuklir.
Sikap pemerintah inilah yang
menjadi alasan, menurut Djarot, belum hadirnya sektor swasta yang berkenan
menggarap bidang ini. Padahal secara tampak mata, 40 persen sektor industri
membutuhkan pasokan listrik yang besar.
BATAN meyakini, dengan prinsip
kehati-hatian dan keselamatan tingkat tinggi dalam membangun instalasi pembangkit
listrik tenaga nuklir (PLTN) harus diutamakan. Karena itulah rekomendasi wilayah
yang siap adalah Kalimantan, Kepulauan Bangka Belitung, atau Jawa
bagian utara karena kawasan rendah potensi gempanya.
Saat ini
memang sumber energi berbahan bakar fosil (minyak bumi, batu bara, dan gas
bumi) masih menjadi primadona pemerintah. Padahal penggunaan ketiga bahan bakar
fosil itu menimbulkan polusi emisi karbon berbahaya.
Ketergantungan
tinggi pada energi bahan bakar fosil diperkirakan membawa dampak buruk dalam
hal kebijakan pemerintah soal pemanfaatan energi terbarukan. Jika tidak ada
tindakan yang lebih, terutama dalam hal pengalihan bahan baku, kemungkinan
Indonesia akan terjerat defisit fiskal besar kemungkinan terjadi.
Kenapa?
Peningkatan konsumsi
energi yang tidak diimbangi dengan produksi, penurunan cadangan, dan minimnya
kegiatan ekploitasi menjadi sinyal bahaya energi yang bisa dibaca mulai
sekarang.
Data Kementerian
Energi dan Sumber Daya Mineral. Cadangan minyak mentah Indonesia saat ini
menyentuh angka 3,6 miliar barel dengan tingkat produksi 288 juta barel per
tahun. Dipastikan cadangan ini akan habis dalam 12 tahun mendatang.
Sedangkan untuk
gas bumi, saat ini cadangan yang dimiliki Indonesia sebesar 98 triliun kaki
kubik dengan tingkat produksi rata-rata 3 juta kaki kubik per tahun. Masih ada
sisa waktu 33 tahun cadangan ini akan habis.
Dengan
tingkat cadangan hanya berkisar pada 25-26 hari atau kurang dari satu bulan.
Pertamina sebagai pengelola sumber daya ini menyatakan diperlukan, untuk
memenuhi seluruh kebutuhan energi dari bahan bakar fosil ini perlu dilakukan
impor minyak sebanyak 1,4 juta barel per hari. Jika harga minyak dunia 70 US$
per hari, maka berapa triliun rupiah yang disiapkan sampai 12 tahun mendatang.
Ini menjadi
pertanda bahwa pemerintah harus segera mengambil tindakan tentang penggunaan
energi.
Tapi yang
pasti tulisan saya kali ini hanya memberi sudut pandang lain tentang penggunaan
energi terbarukan. Selain nuklir, energi dari tenaga surya maupun bayu (Angin)
sebenarnya memungkinkan untuk dikembangkan lebih luas.
Ini mengingat,
bahwa bahan bakar energi yang kita gunakan sekarang ini adalah energi yang
tidak bisa diperbarui. Artinya jika suatu hari nanti cadangan dan pasokan
habis, maka dampak besar yang berkelanjutan akan hadir dalam kehidupan manusia.
Komentar
Posting Komentar