Postingan

Menampilkan postingan dari November, 2017

Untuk Kawan, Yang Tempuh Bantul-Siluk Dalam 8 Jam

Gambar
Apa kabar kawan. Terus teras surat balasan untuk Senopati_Wirang@gmail.com masih dalam proses penulisan. Sampai sekarang tertunda karena ada bencana alam menimpa DI Yogyakarta dan saya harus turun ke lapangan untuk mencari nafkah. Bukannya menganggap bencana adalah berkah bagi saya. Namun berita adalah mata pencaharian saya untuk menghidupi keluarga tercinta. Siklon tropis Cempaka melanda DI Yogyakarta sejak Senin (27/11) sampai Rabu (29/11) dini hari tanpa henti. Hampir 36 jam hujan deras menguyur semua wilayah DI Yogyakarta, tanpa terkecuali. Badan Penanganan Bencana Daerah (BPBD) DI Yogyakarta mencatat terjadi pohon tumbang akibat angin kencang di 149 titik, longsor di 151 titik, dan banjir di 135 titik. Daerah terdampak parah adalah Bantul yang sudah menetapkan status tanggap darurat dari 29 November sampai 12 Desember. Selain memutuskan tujuh jembatan di Bantul dan satu di Gunungkidul, dampak badai cempaka menelan delapan korban jiwa dimana dua korban adalah anak-ana...

Surat Dari Senopati_Wirang

Gambar
Kepada Yth Kukuh Setyono Salam Kenal&Salam Hormat, Mas Kukuh terhormat, perkenalkan saya senopati-wirang@gmail.com . Mungkin saya tidak usah menjelaskan dimana alamat dan siapa saya sebenarnya. Anda tidak mencari saya di berbagai lini media sosial karena saya tidak mau menggunakannya. Yang penting, saaat ini saya hanya ingin berkenalan dengan anda. Maaf  jika cara berkenalan saya lewat surat. Tapi alamat email di atas saya kira adalah sarana utama kita ke depan berhubungan. Saya memberanikan diri mengirimkan sebuah email kepada anda atas saran beberapa teman. Kata mereka anda merupakan salah satu penulis yang berani menyuarakan berbagai masalah sosial yang tidak berani dituliskan oleh banyak orang. Usai membaca artikel anda ‘Tanpa Hiburan Malam, Parangtritis Berakhir’. Saya bertambah yakin andalah orang yang tepat untuk menyebarkan pemikiran yang sudah lama saya pendam. Dalam tulisan ini, surat pertama ini, saya tidak ingin mengajak berdebat. Saya ingin sekedar b...

Setelah Delapan Tahun Itu

Gambar
Pertama kali mendengar kata Mbantul adalah dari almarhum salah satu guru saya di NusaBali. “ Jadi kamu dari Banyuwangi. Aku wong Mbantul, ” katanya kala itu. Saya agak mengeryitkan alis karena memang tidak tahu di mana Mbantul itu tepatnya. Saya memberanikan diri bertanya dengan ragu-ragu dan saya memastikan sebelum beliau menjawab pasti akan dimulai dengan tawa keras mengejek ketidaktahuanku. Saya siap untuk itu. Dan saya takutkan benar terjadi. Beliau tertawa keras sambil mengatakan kemana saja mainku selama hidup 25 tahun lebih. Saya hanya terdiam, karena memang tidak tahu. “Kamu pernah ke Jogja,” tanyanya. “Pernah, dua kali. Sekali hanya semalam saja besoknya harus ikut kereta ke timur agar tidak bayar. Dan kedua kalinya ikut rombongan kantor saat nikahan seorang teman. Itupun hanya tahu Malioboro dan alun-alun,” kataku jujur. Beliau masih tertawa, melihat ketololanku dan berjalan mencari kertas. Saat kembali, beliau meminjam pulpenku dan mulai mengamb...

Saya Ingin Bicara Tentang Sin Tax

Saya pertama kali mendengar sin tax atau bisa diartikan sebagai ‘pajak dosa’ saat mewawancarai Direktur Utama BPJS Fahmi Idris seusai pembukaan Pekan Olahraga (Porda) Korps Pegawai Negeri (Kopri) di Amongrogo beberapa minggu lalu. Cukup menarik dalam sudut pandang BPJS sebagai badan penyelenggaran jaminan nasional khususnya kesehatan perihal sin tax ini. Dalam kondisi selalu defisit sejak 2014 silam, BPJS selalu mengalami defisit besar hingga terakhir pada 2016 mencapai Rp9,7 triliun. Fahmi dalam wawancara tersebut menyatakan bahwa kondisi defisit ini disebabkan rendahnya tingkat iuran dari peserta, dalam kondisi ini sebagai pemasukan. Dibandingkan dengan pembayaran klaim pelayanan fasilitas kesehatan bagi peserta yang mencapai 183 juta peserta dengan 1.200 golongan penyakit yang ditangani. Selama tiga tahun terakhir, setiap akhir tahun, BPJS selalu memberikan tiga opsi pilihan kepada pemerintah sebagai penanggung jawab dana untuk mengatasi defisit ini. Pertama, peningkata...

Saat Itu Kita Hanya Pasrah Saja

Saya masih mengingat dengan jelas kenangan di masa kecil. Seorang teman sepermainan meninggal mendadak. Kesedihan sepenuhnya ditunjukan keluarga besarnya. Kematian membawah kesedihan di sejarah manusia. Manusia bagaimanapun seharusnya sudah siap untuk kapanpun, dan dimanapun, menghadapi kematian. Sebuah garis tebal takdir yang ditentukan setiap manusia dari Tuhan Sang Pencipta. Tanpa pengecualian. Kematian bisa datang tiba-tiba. Sanusi Pane dalam pusinya menuliskan, ‘Ajal ibarat tangan gaib yang mencekik kita tanpa aba-aba’. Ilmu pengetahuan mencoba mengungkap bagaimana kematian terjadi. Namun ilmu pengetahuan selalu menemui jalan buntu untuk memecahkannya untuk selanjutnya dituliskan sebagai pengetahuan. Kematian adalah rahasia terbesar Tuhan, sama halnya seperti kelahiran, jodoh, rezeki, dan usia. Manusia hanya bisa menjalankan kehidupan sebaik mungkin untuk selanjutnya berpasrah diri kepada takdirnya. Dunia setelah kematian cukup menarik dalam pembahasan omo...