Catatan Ke-140525 ; Urbanisasi Menyelamatkan Bumi


Pertanian di pedesaan semakin ditinggalkan pemuda demi pekerjaan dan pendapatan instan di perkotaan. Desa-desa kosong dan hanya tinggal petani tua.

Dunia perdagangan lebih menarik bagi banyak orang ke perkotaan dan memperbesar kawasan kumuh. Dalam berbagai sudut pandang, kekumuhan memperburuk wilayah.

Pabrik-pabrik revolusi industri juga sumber kesempatan bagi orang-orang muda yang menghadapi kotor dan padatnya gubuk di desa dengan tanah terlalu sempit. Kota boleh jadi tampak kotor dan tak menyenangkan bagi orang kaya, tapi kelas pekerja memandangnya sebagai tempat kebebasan dan kesempatan berusaha.

Karena kota, meski berbahaya dan kotor, mewakili kesempatan, peluang melepaskan diri dari desa tempat lahirnya, di mana yang ada hanya kerja keras tanpa upah, tekanan keluarga, dan banting tulang di tengah panas Matahari atau hujan lebat.

Untuk orang muda di desa, panggilan kota-kota bukan hanya soal uang, melainkan juga soal kebebasan.

Para petani meninggalkan desa untuk pindah ke kota dan mencari pekerjaan.

Lantas munculan tren oleh lembaga derma dan bantuan, harus membantu mencegah petani harus pindah ke kota dengan membuat kehidupan di desa lebih berkelanjutan. Banyak pemikiran yang menganggap pertanian itu penuh jiwa dan organic.  Tapi sebenarnya pertanian itu jebakan kemiskinan dan bencana lingkungan hidup.

Bukankah kawasan kumuh perkotaan lebih buruk daripada desa yang damai? Tidak bagi orang-orang yang pindah ke sana. Kalau diberi kesempatan untuk berbicara, mereka menyatakan lebih suka kebebasan dan peluang di kota, seburuk apapun kondisi hidupnya.

Orang-orang di kota merasa semua segi kehidupnya lebih baik dibanding mereka yang masih di desa. Kesempatan di kota adalah yang diinginkan orang-orang.

Pada 2008, untuk pertama kalinya lebih dari separuh umat manusia di dunia hidup di kota. Itu bukan hal buruk. Itu pertanda kemajuan ekonomi sehingga separuh lebih populasi bisa meninggalkan kehidupan pas-pasan dan mencari kesempatan hidup berdasarkan otak kolektif. Dua pertiga pertumbuhan ekonomi terjadi di kota-kota.

Pada 2025, tampak seolah akan ada lima miliar orang yang hidup di kota (dan penduduk desa akan benar-benar berkurang dengan cepat); akan ada delapan kota dengan penduduk di atas dua puluh juta orang: Tokyo, Mumbai, Delhi, Dhaka, São Paulo, Kota Meksiko, New York City, dan Kolkata.

Dari sudut pandang planet, itu kabar baik karena penduduk kota mengambil lebih sedikit ruang, menggunakan lebih sedikit energi, dan berdampak lebih kecil ke ekosistem alami daripada penduduk desa.

Kota-kota di dunia sudah berisi setengah dari seluruh orang di dunia, tapi hanya menghabiskan tak sampai 3 persen luas tanah di dunia. Sebaran urban boleh jadi membuat jijik beberapa aktivis lingkungan hidup, tapi di skala global, kebalikannya yang terjadi: selagi desa-desa menjadi kosong, orang hidup makin berdekatan.

kata Edward Glaeser, "Thoreau keliru. Hidup di desa bukan cara yang tepat untuk memelihara Bumi. Hal terbaik yang bisa kita lakukan untuk pla-net ini adalah membangun lebih banyak pencakar langit,”.

Jalan-jalan perkotaan tampak hidup karena orang. Orang makan, orang mencuci, orang tidur. Orang berkunjung, bertengkar, dan berteriak. Orang menyodorkan tangan lewat jendela taksi, mengemis. Orang buang air besar dan kecil. Orang bergelantungan di bus. Orang menggembala hewan.

 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

‘Dua Jaya’, Penambal Ban Paling Ampuh se-Kota Genteng

Bertobat Jangan Setengah-setengah

Sekilas Tentang Kematian Media Cetak