Perihal; Kredo Lima ‘M’ Di Gedung Dewan Malioboro
Sore ini di salah satu group, saya membaca ada dua kiriman naskah berita tantang pernyataan orang yang kemarin habis diberitakan. Dalam seminggu ini, sosok yang berprofesi sebagai anggota Dewan Malioboro atau wakil-nya rakyat itu tampil sebanyak tiga kali di banyak media. Kerja yang luar biasa.
Asal tahu saja, tidak banyak sebenarnya wakil rakyat di Indonesia ini yang doyan tampil di media. Rata-rata mereka bersembunyi dari kejaran para kuli tinta. Kondisi ini sepengetahuan saya tidak hanya terjadi di tingkat daerah. Kabupaten/Kota atau Provinsi, tapi di tingkat pusat juga sama.
Sebisa mungkin menghindari para kuli tinta.
Kecuali mereka yang menjadi oposisi. Mereka akan meminta bantuan untuk menyebarkan kritikan mereka. Itu kadang kala saja. Sisanya adalah kata-kata setuju.
Dalam praktek jurnalisme, ada pameo yang mengatakan kehidupan politisi dan wartawan itu tidak akan pernah bisa akur. Mereka tidak bisa jalan atau sepakat dalam sebuah pendapat yang sama. Mereka akan selalu berdebat dan mendebat pendapat satu dan lainnya.
Kenapa? Sebab politikus dan wartawan itu punya banyak informasi yang berasal dari masyarakat yang diwakili mereka. Persoalan yang ditemukan wartawan dan politikus itu sama. Cuma penyelesaiannya berbeda.
Jika wartawan dengan nama tengah ‘Intergritas’, maka menuliskannya dan menjelaskan kasus itu kepada pembaca sampai tuntas adalah kewajiban. Tapi bagi politikus, lihat dulu apa kepentingannya. Soal kawan dan lawan bisa dibicarakan.
Baiklah, kata Mas Bro.
Kerja wartawan dalam menulis berita itu prinsipnya harus berpatokan 5W + 1 H. Soal ini saya pernah mendapat pertanyaan dari wartawan senior di daerah tentang artinya. Saya tidak menjawabnya, saya tertawa terpingkal-pingkal.
Terus saya pisuhi sambil berkata ini pelajaran dasar wartawan Cxx!
What (Apa), Who (Siapa), When (Kapan), Where (Dimana), Why (Mengapa) dan How (Bagaimana). Penerapan prinsip ini akan menghasilkan sudut pandang dan menjadikan berita berbeda dengan lainnya. Tapi juga tergantung pintar tidaknya bertanya.
Ke anggota dewan yang terhormat di Malioboro. Ada sebanyak 55 orang yang berasal dari 10 partai yang mendulang suara pada 2019. Mereka akan duduk di sana sampai 2024. Beberapa nama beken di Yogyakarta berada di sana.
Ada mantan wakil walikota Imam Priyono, ada dua saudara dari ayah Bapak Reformasi Amien Rais ; Hanum Salsabiela dan Ahmad Baihaqy Rais. Juga ada pemilik usaha properti perumahaan saya yang tidak berani menyelesaikan masalah dengan saya.
Sayangnya, keempat nama itu jarang sekali muncul di dewan. Kecuali rapat paripurna dan reses. Bersama sekitar 50 orang lainnya mereka memilih bekerja dalam diam atau diam tidak bekerja. Nah yang 5 orang tersisa ini lah yang akan kita bicarakan.
Tapi dari 5 ini tidak semuanya aktif berbicara kepada media. Sebenarnya cuma dua. Satu orang berbicara ketika dimintai komentar. Satu lagi berbicara ketika wartawan tidak meminta komentar.
Meski dari partai berbeda. Herannya, pembicaraan yang mereka sampaikan mengenai persoalan yang dihadapi masyarakat Kota Gudeg ini nyaris memiliki kesamaan dan benang merahnya jelas. Tidak berani bicara terlalu keras dengan penghuni Gedung Selatan. (Kamu Tahu Siapa Lah).
Bahkan dalam pemilihan diksi, keduanya tidak pernah terlepas dari kata-kata berawalan ‘M’. Ada lima kata yang berawalan M yang selalu disampaikan ke awak media : Mendorong, Meminta, Menghimbau, Mengevaluasi, dan Mengharap.
Kalau tidak percaya, silahkan buktikan. Searching dua nama yang wakil rakyat di Malioboro yang sering tampil di media dan dua sampai tiga dari lima kata itu akan selalu ada pada setiap berita.
Dengan kualitas yang ditampilkan dua orang itu. Saya kira sudah jelas bagaimana kondisi nyata kualitas para wakil rakyat yang rata-rata pendidikan tinggi tersebut.
Berdoalah para rakyat yang diwakili mereka agar kalian
semua selamat dan sejahtera.
Komentar
Posting Komentar