Lakon Kehidupan, Tergambar Di Lima Jari (Dua)

Jari Kelingking menjadi perlambang bagi manusia-manusia pengusaha.

Kelingking lebih tinggi sedikit dibandingkan jempol. Namun masih kalah rendah dengan tiga jari lainnya. Kelingking terkadang disepelekan dalam banyak fungsi jari. Dia hanya sebagai pelengkap. Tidak banyak fungsinya namun harus tetap ada.

Demikianlah falsafat dari pengusaha. Mereka adalah pekerja keras yang menjadi penopang utama sebuah kehidupan wilayah. Keberadaan mereka menjadikan satu negara, satu daerah mapan dan menjadi ketertarikan banyak orang.

Mereka cenderung serakah. Frasa kecil modal, harus untuk besar menjadi ayat suci satu-satunya  yang harus dipegang. Tak peduli masyarakat kecil bergelimpangan, tak peduli alam asri rusak parah, tak peduli semuanya asalkan ada untung yang berlipat-lipat.

Harta baginya kecil semata. Membeli barang berharga hanya dengan sekejap ucapan. Demikian juga wanita. Mereka mampu mendapatkannya dengan memberikan banyak keinginan dan harta. Mereka tahu keinginan dan harta adalah kelemahan wanita.

Para pengusaha harus tunduk kepada penguasa, pemerintah maupun aparat untuk bisa mendapatkan banyak harta. Kerjasama dengan penguasa menjadikan jalan mencari harta lebih mudah. Resiko besar menjadi sirna ketika dekat dengan penguasa.

Penguasa di mata pengusaha mudah takluk dengan harta. Namun tidak semuanya. Beberapa penguasa terkadang tunduk melalui wanita. Pengusaha hahrus jeli melihat kelemahan penguasan akan wanita.

Jari telunjuk melambangkan penguasa. Paling dominan dalam menjalankan fungsi kelima jari. Dia berkuasa layaknya penguasa.

Semua orang ingin menjadi penguasa. Dengan kekuasaan dia mampu menciptakan hukum yang menguntungkan dan sejarah terbaik dirinya. Penguasa dengan aparat-aparat di sekitarnya mampu melemahkan lawan. Tak suka disingkirkan, meranagkul yang menguntungkan.

Sifat penguasa sejak awal kehidupan ada, tidak pernah berubah. Selalu ingin menjadi yang terkuat, terhebat, dan termahsyur. Penguasa membutuhkan pengakuan dari mereka yang dikuasai. Agar namanya dikenal dalam sejarah.

Namun penguasa tidak bisa bekerja sendirian. Dirinya membutuhkan banyak orang-orang pintar yang mampu bekerja cepat mencari harta. Dibutuhkan modal besar dalam mengapai hati rakyat. Dibutuhkan pengorbanan besar untuk menyenangkan para pemodal.

Bergelimang kekuasan dan harta, para penguasa terkadang membutuhkan kesenangan batin yang terkadang tidak ditemukan lagi dari orang-orang dekatnya. Mereka terkesan berjarak karena penguasa sibuk memikirkan banyak hal.

Orang-orang terdekat dan terus mencintainya, tidak mendapatkan perhatian seperti sebelum berkuasa. Gantinya, penguasa memberikan kemewahan sebagai ganti kehadirannya. Mereka kehilangan arah karena sibuk membuang kemewahan.

Perempuan disodorkan pengusaha ke penguasa sebagai salah satu hiburan. Wanita yang terbeli dengan harta akan mudah memikat penguasa. Akan mudah mendapatkan apa yang diinginkan dari penguasa.

Jika tidak bisa mendapatkan wanita yang dekat dengan penguasa untuk mendapatkan kemauannya. Pengusaha menjadikan wanita pemikat untuk menaklukan penguasa.

Dalam adu pingsut, wanita kalah dengan pengusaha. Pengusaha kalah dengan penguasa. Penguasa kalah dengan wanita. Mengambarkan kebenaran dunia bukan?

Lalu bagaimana kedua jari lainnya. Jari tengah dan jari manis.



Saya lanjutkan, tapi jangan kaget mendengarnya.

Jari tengah adalah jari tertinggi struktur jari manusia. Jika barat menjadikan jari tengah sebagai ungkapan makian. Berbeda dengan Jawa, jari tengah ditempatkan pada hirarki tertinggi. Layakya para pendidik, guru, ilmuwan, pujangga, atau empu.

Itulah arti pertanda jari tengah. Jari ini menyimbolkan orang-orang pintar.

Di sejarah dan belahan dunia manapun. Sama seperti penguasa yang serakah. Orang-orang pintar akan ditempatkan lebih tinggi di banding strata lainnya. Dia menempati menara gading yang berfungsi untuk melihat jauh kedepan guna memberikan saran-saran.

Para penguasa dan pengusaha membutuhkan mereka. Untuk mendapatkan sudut pandang berbeda akan sebuah masalah. Orang-orang pintar, kalangan ilmuwan memang bisa memecahkannya. Solusinya tepat, jitu dan berkelas.

Namun ada kalanya apa yang disarankan tidak sesuai dengan keinginan penguasa maupun pengusaha. Mereka hanya didengarkan saja tanpa usah dijalankan petuahnya. Mereka layak dihormati karena pemikirannya. Tapi bukan tindakannya.

Semua tingkatan manusia wajib menghormati para orang pintar berilmu. Dari merekalah sisi kelam baik kehidupan yang terpapar dari masa lalu, sekarang hingga masa depan bisa terbaca.

Kerja keras merekalah yang menghasilkan berbagai alat yang memajukan kehidupan manusia. Pemikiran lah yang melahirkan budaya. Namun mereka tetap dibawah kekuasaan dan pengusaha.

Jari manis. Seperti para ahli-ahli agama. Selalu berkata manis tentang surga dan buruk tentang neraka. Senjata mereka adalah kitab-kitab buatan manusia yang mengambarkan keindahan kenikmatan surga dan keburukan neraka.

Para ahli agama termasuk golongan orang-orang pintar berilmu yang setara dengan guru. Ketinggian jari tengah dan manis tidak selisih jauh. Karena mereka sebenarnya setara.

Melalui kata-kata manis, para ahli agama mengajak semua orang untuk berbuat kebaikan kepada sesama demi mendapatkan surga. Meninggalkan hal-hal jahat demi menjauhi neraka.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

‘Dua Jaya’, Penambal Ban Paling Ampuh se-Kota Genteng

Bertobat Jangan Setengah-setengah

Sekilas Tentang Kematian Media Cetak