Memancing Di Waduk Bajulmati



Saya membutuhkan waktu seharian penuh mengosongkan pikiran untuk menuliskan pengalaman ini. Butuh waktu dua tahun untuk merealisasikan rencana ini dan terlaksana pada Sabtu (8/6) lalu.

Cerita memancing di Waduk Bajulmati sebetulnya sudah saya dengar sekitar empat tahun lalu. Namun saya anggap hanya angin lalu yang tidak perlu segera saya realisasikan karena sempitnya waktu luang. Berbagai komentar menjadikan hasrat berkelana lagi begitu mengairahkan.


Tahun ini rencana matang sudah diajukan kakak pertama saya menyambut liburan lebaran di Banyuwangi.

Tanpa ada persiapan matang, sehari setelah kedatangan, kami langsung meluncur ke arah timur dari Genteng, Banyuwangi. Dibutuhkan waktu dua jam setengah, mengendarai sepeda motor, untuk mencapai Waduk Bajulmati dan itupun harus berangkat bertepatan dengan panggilan sholat subuh berkumandang.

Bagi kakak pertama, yang dua minggu sekali memancing di sini, melempar kali bertepatan dengan matahari terbit adalah kondisi tepat karena galak-galaknya ikan. Kondisi ini berlangsung hingga dua-tiga jam dari sang surya menyinari bumi.

Berada di kawasan hutan lindung Blauran, Waduk Bajulmati masuk teritorial dua kabupaten kawasan Tapal Kuda. Sebagian masuk Kecamatan Wongsorejo, Banyuwangi dan sebagian masuk Kecamatan Wonorejo, Situbondo.

Sangatlah mudah menemukan lokasi Waduk Bajulmati. Area ini berada di sisi selatan jalur negara Blauran atau jalur utara menuju Pelabuhan Ketapang Banyuwangi.

Dibangun dan beroperasi pada 2006 silam, Waduk Bajulmati berhulu di Sungai Bajulmati dan memiliki luas daerah tangkapan air (DT) 98,43 km2. Sedangkan luas genangan mencapai 91,93 hektar dengan daya tampung air waduk sebesar 10 juta meter kubik.

Memancing di Waduk Bajulmati yang sering disebut sebagai ‘Kawasan Raja Ampatnya Jawa Timur’ membutuhkan persiapan yang ekstra. Selain lokasinya yang jauh, kondisi jauhnya dari pusat ekonomi menjadikan kebutuhan primer kita harus diutamakan.

Iya selama seharian kita tidak akan bisa bergerak keluar kawasan sehingga bekal makanan dan minuman wajib hukumnya.

Dengan sasaran ikan mujair yang mendominasi habitatnya, beberapa alternatif umpan selayaknya perlu dipertimbangkan dengan matang. Kakak pertama malam hari sebelum berangkat telah menyiapkan sentrat atau pelet sebagai pakan utama. Rencana jangkrik, cacing dan udang menjadi alternatif umpan.

Namun sayangnya, hanya udang yang bisa diperoleh itupun kami dapatkan menjelang masuk kawasan pelabuhan. Pelet kami siapkan dua kilo, artinya masing-masing pemancing mendapatkan jatah satu kilo umpan, itu lebih dari cukup.



Kami telah membawa dua joran sepanjang empat meter dengan senar ukuran 0,28,. Untuk kail, kami memasang ukuran 12 dan pelampung bernomor 8 sehingga masih terlihat ketika dilempar dengan jarak maksimal 10 meter.

Kakak memutuskan untuk memancing di daerah hulu. Itu artinya akan ada perjalanan kaki menaiki dan menuruni bukit mencapai spot ideal. Sepagi itu kami telah mendaki kurang lebih lima bukit kecil yang berada di sisi selatan air dari lokasi parkir motor.

Untuk bisa masuk kawasan ini, kami harus membayar Rp10.000 untuk dua orang. Di hari biasa, kakak bercerita biasanya hanya Rp2.500 per orang. Di pintu gerbang, sebagai tiket masuk petugas memberikan kupon plastik bernomor yang merupakan tanda bukti kita telah membayar dan kiranya merupakan sistem keamanan dari aksi pencurian kendaraan bermotor.

Usai melintasi bukit, kami berdua menuruni satu bukit curam dengan hanya jalan setapak sebagai akses masuk. Kehatian-hatian ekstra tinggi diperlukan dalam melangkah dan menentukan tempat berpijak. Sebab jalan setapak ini berbatas langung dengan jurang yang dasarnya langsung ke permukaan air.

Saya maupun kakak tidak bisa memperkirakan berapa kedalamam sesungguhnya dari dam ini. Tetapi dari ketinggian pelampung, hanya di berjarak tiga meter dari tempat kami duduk, pelampung sudah melebihi satu meter panjang joran kami. Ah saya tidak mampu membayangkan kedalaman sebenarnya.

Sebagaimana memancing di waduk lainnya, kondisi gersanng tanpa pepohonan perindang membutuhkan kekuatan ekstra fisik menahan sengatan matahari terutama menejelang matahari berada di tengah. Sepatu, jaket bertudung, topi, dan air minum yang banyak adalah solusi tepat menahan panas sementara.

Tentang ikan, cerita beberapa kawan dan dari kakak sendiri menang benar adanya. Umpan kami langsung mendapatkan reaksi dari ikan mujair sebesar empat jari. Menurut kakak, ukuran ini masih kecil. Pernah ada yang mendapatkan ukuran 10 jari.

Bahkan jika ingin mendapatkan ikan mujari yang berukuran lebih kecil lagi, kakak menyarankan saya menganti kail ukuran 8. Namun hal itu bagi saya sangatlah tidak menarik jika ingin mendapatkan ikan ukuran besar.

Proses memancing kami sampai jam 3 sore, sempat diselingi makan sebentar di tengah hari. Namun kondisi yang plung-nyot (cemplung-termakan), menjadikan kami tidak ingin berlama-lama istirahat. Ada banyak buruan dan spot yang harus dijelajahi. Seharian itu, dua tempat ikan sepanjang 1 meter terisi setengahnya.

Ini hasil yang mengembirakan bagi saya, yang mengkhususkan diri sebagai pemancing wader.

Tapi jika melihat kondisi ukuran ikan yang menarik, senar ukuran 0,16-0,18 menurun saya adalah tali kail yang ideal. Dengan kekuatan menahan tarikan ikan berbobot maksimal empat kilo, penggunaan senar ukuran ini akan memaksimalkan tarikan ikan hingga membuat kita ketagihan.

Pengalaman ini seperti mengingatkan saya, “Sudah saatnya naik tingkat dari waderan ke ikan yang lebih besar. Cobalah ke waduk Sermo di Kulonprogo, siapa tahu ilmu dari Banyuwangi bisa diterapkan di sana,”.






Komentar

Postingan populer dari blog ini

‘Dua Jaya’, Penambal Ban Paling Ampuh se-Kota Genteng

Bertobat Jangan Setengah-setengah

Sekilas Tentang Kematian Media Cetak