Sang Guru
Seorang guru tua
yang memiliki padepokan kecil di pinggir hutan kecil jauh dari pemukiman, siang
menjelang sore itu memberikan petuah kepada puluhan anak didiknya.
Sambil
duduk bersila di tempat yang lebih tinggi dibandingkan muridnya, mulainya dia
menjabarkan tentang filsafah-filsafah kehidupan orang Jawa yang sudah menjadi
pokok inti ajaran padepokannya sejak berdiri 30 tahun lalu.
Sang
Guru berkata.
“Beberapa
orang memiliki kepercayaan, bahwa kebijakaan yang purna adalah mampu menerima
apapun yang ditakdirkan untuk dirinya saat itu. Entah bagaimana secara
sempurna, Tuhan, menyandingkannya dengan kenyataan sekarang. Saya yang juga
mempercayainya,”. “Kekayaan yang didapatkan dari pekerjaannya sendiri adalah
sesuatu yang berharga, tapi lebih berharga adalah sesuatu yang diperoleh orang
dengan darah pada saat perang”.
“Sedangkan
yang kurang berharga adalah kekayaan yang diperoleh dari warisan orang tuanya.
Kekayaan yang didapatkan dari orang tua atau istrinya hanya sedikit berharga,
tetapi kurang berharga lagi kekayaan yang didapatkan dari anak-anaknya”.
“Kemalangan
paling parah dan bisa diderita seseorang adalah direnggut dengan kekerasan,
dari tanah yang ia tinggali dan ia tanami, atau dipisahkan secara paksa dari
istri dan anak-anaknya”.
“Menjadi
manusia artinya kita tidak akan pernah berhenti belajar semua hal”.
“Percayalah
dalam kehidupan manusia, iblis terus menerus hadir dalam masalah manusia. Dan
kamu harus percaya pula, bahwa iblis sering bekerja lewat penyebab
kedua”.
“Iblis
akan mendorong korbannya untuk melakukan kejahatan dengan cara sedemikian rupa
sehingga kesalahannya menimpa orang yang tak bersalah. Yang maha jahat
bergembira karena yang tidak bersalah menjadi korban”.
“Karena
dosa manusia, dunia ini harus berjalan tertatih-tatih sambil menyeimbangkan
tubuh di tepi jurang. Diserap ke dalam jurang itu sendiri manakalah dikehendaki
jurang itu. Dan kelak, seperti kata Honorius, tubuh manusia akan lebih kecil
daripada tubuh kita”.
“Sama
seperti tubuh kita yang lebih kecil daripada tubuh orang kuno. Dunia menjadi
tua”.
“Jika
sekarang Tuhan memberi kita misi, itu adalah untuk mencegah ras ini tercebur ke
dalam jurang, dengan melestarikan, mengulangi, dan mempertahankan harta
kebijaksanaan yang sudah dipercayakan nenek moyang kepada kita”.
“Tuhan
yang telah memeritahkan perintah universal, yang pada awal dunia berada di
timur, harus sedikit demi sedikit, ketika makin mendekati pemerihan, bergerak
ke arah barat untuk memperingatkan kita bahwa akhir dunia semakin dekat. Karena
jalannya peristiwa sudah menacapi batas-batas semesta”.
Sang
Guru kemudian terdiam. Para muridnya juga
terdiam. Sambil mengucapkan, Sang Guru berdiri dan masuk ke bilik.
Seketika
para murid saling berpandang dan beranjak pergi. Dua orang murid berbicara
pelang sambil berjalan.
"Apakah
engkau paham yang barusan dipetuahkan oleh eyang guru tadi?,"
"Aku
sama sekali tidak paham. Tapi sudah aku catat apa yang dia katakan tadi dan
sesegera mungkin aku catat dengan merubah sesuai sudut pandangku
sendiri,".
"Bolehkah
aku meminjamnya nanti. Aku masih belum paham. Namun kelihatannya petuah-petuah
itu ada gunanya saat kita keluar dari sini,".
Komentar
Posting Komentar