Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2018

Kawan, Masih Ingat Ria Genteng?

(Foto; menunggu kiriman kawan di sana) Sekarang. Gedung megah itu terlihat kusam tak terawat. Sulur-sulur tanaman liar tumbuh tanpa rawatan di celah-celah dinding batu yang menjadi fondasinya. Saya sudah lama tidak masuk ke sana. Hampir dua puluh tahunan lebih. Bahkan keberadaanya semakin tidak terlihat karena ditutupi lapak-lapak pedagang kaki lima. Namun generasi yang lahir di bawah 1990-an memiliki kenangan sendiri akan gedung yang berada di pusat perekonomian kota Genteng, Banyuwangi, Jawa Timur. Dulu orang menyebutkan “Gedung Bioskop Ria”. Siapa Ria? Ngak usah dicari tahu, karena pasti banyak orang-orang tua di Genteng yang tidak tahu. Apalagi generasi mudanya. Namun, berdasarkan ilmu cocoklogi yang saya anut, Ria berasal dari kata ‘gembira ria’ yang artinya bersuka-suka, penuh kegembiraan, atau bersenang-senang. Bioskop Ria pada era saya masih berseragam putih-merah dan awal-awal seragam putih-biru tua adalah tempat mencari hiburan. Terutama film. Di jaman it...

Cerita Lima Jari Tangan Kita

Gambar
Saya awalnya tidak percaya dengan cerita ini. Namun ketika menghubungkan, membandingkan, dan mempertimbangkan dengan kondisi sosial politik kekuasaan. Akhirnya benteng ketidakpercayaan saya runtuh dengan sendirinya.  Saya membenarkan. Berawal dari keisengan saya mengobrol dengan guru biologi SMP dulu. Semula hanya mau bertanya tentang kenapa tulang-tulang di tubuh kita seperti leher, jari-jari tangan, pinggang, pergelangan kaki, dan jari-jari kaki (silahkan jika ada yang mau menambahkan) selalu berbunyi ketika ditekuk? Tak perlu lama. Usai menjawab dan menjelaskan, beliau kemudian bercerita tentang filosofi lima jari tangan milik manusia. Terutama dalam sudut pandang sosial politik kekuasaan. Jejerkan dengan telungkup dan lihat kedua tangan anda. Kita mulai. Jari jempol. Merupakan jari terpendek yang terletak di sebelah dalam dan ketika kedua tangan didekatkan, mereka yang paling terdekat. Ibarat politik kekuasaan, jempol melambangkan pemerintah, penguasa...

Menjadi Priyayi Jawa

 Sedikit menyambung apa yang pernah dituliskan Senopati Wirang dalam suratnya kepada saya. Dia merasa sangat prihatin, bahwa sekarang ini kebudayaan Barat maupun Timur berusaha mendapatkan pengaruh di masyarakat kita. Masyarakat yang sejak dulu dikenal memiliki kebudayaan tinggi dan diakui dunia.    Perlahan-lahan tanpa disadari, sejak kejatuhan Majapahit kebudayaan barat dan timur terus berusaha menjadi kebudayaan tunggal yang dipeluk warga nusantara. Tidak masalah. Namun alangkah disayangkan, kebudayaan yang begitu hidup, selaras dengan manusia dan alam harus hilang tak berbekas.  Kebudayaan yang mampu melahirkan keajaiban dunia. Kebudayaan yang mampu menghadirkan berbagai tata bahasa komunikasi untuk membedakan hubungan tua, dewasa, dan muda.   Menjadi Jawa bukanlah sebuah pilihan. Namun harus diakui, sebagai salah satu suku budaya yang mampu menaklukan angkernya bumi Java, para keturunan Ajisaka adalah manusia-manusia unggul.  Ilmu al...

Tertawalah Dan Bahagialah Bila Ditertawakan

Gambar
Konon seorang ilmuwan kuno Mesir pernah menulis hubungan antara Tuhan dan tertawa. Sebuah tulisan yang membuat marah kalangan agamawan. Literatur naskah yang ditulis dalam bahasa Arab itu dianggap hanya ucapan orang tolol. Pendapat pribadi para penyembah berhala yang dianggap hanya pintar berkomentar tanpa ada bukti yang jelas. Tulisnya secara terbuka menghubungkan penciptaan dunia dengan tawa suci. “Pada saat Tuhan tertawa, lahir tujuh dewa yang menguasai dunia. Saat Ia tertawa terbahak-bahak, muncul cahaya. Saat Ia tertawa pada hari ke tujuh muncullah jiwa,”. Dari hipotesa yang dianggap agamawan itu ngawur muncullah berbagai sudut pandang tentang kehadiran dunia dengan tawa. Dalam buku pertama, kita membicarakan tragedi dan melihat bagaiamana, dengan membangkitkan rasa kasihan dan takut, tragedi menghasilkan kartasis, pemurnian perasaan-perasaan tersebut. Seperti sudah dijanjikan, sekarang kita akan membicarakan komedi (begitu pula satire dan lawak) dan melihat b...