Postingan

Menampilkan postingan dari Januari, 2018

Masih Menganggap Enteng Buku?

Gambar
Pemikiran saya ini muncul seketika saat melihat perpustakaan mini saya. Terjajar berbagai buku yang sebagian besar sudah saya baca. Hanya sebagian kecil yang belum dibaca sepenuhnya seperti ‘The Histori Of Java’-nya Thomas Raffles dan buku kedua-tiga dari seri ‘Kuasa Ramalan; Pangeran Diponegoro’ Peter Casey. Perlu saya tegaskan, tulisan ini ajang pamer. Tapi dengan kesadaran, saya ingin berbagi pengalaman dengan pembaca. Baik atau buruknya, bukan saya yang menilai tetapi panjenengan.           Di meja kerja saya, berbagai buku tentang komunikasi media massa, terutama media cetak terhampar tanpa tersusun rapi. Dua buku baru, “Yang Hilang Di Yogya’-nya Sutirman Eka Ardhana dan “10 Pelajaran Untuk Wartawan’ masih terbungkus rapi belum terbuka.           Saya masih ingat kegilaan membaca muncul ketika membeli “The Silent Of The Lambs’ Thomas Haris. Tokoh Hanibal Lecter dan Ngengat Tengkorak...

Tahun Anjing Ini, Monyet Dianjurkan Berpergian

“Jika Anda mengambil seekor anjing kelaparan dan membuatnya sejahtera, dia tidak akan menggigit Anda. Itulah perbedaan mendasar antara seekor anjing dan seorang manusia,” Andy Rooney. Kalender China menyatakan 2018 adalah tahun Anjing. Ibarat anjing, orang China sangat percaya dalam dua belas bulan kedepan semua kondisi akan penuh persahabatan. Tanpa terkecuali. Anjing dalam berbagai kebudayaan menjadi perlambang kesetiaan. Mereka akan membalas jasa kepada manusia yang peduli dan sayang kepadanya. Bahkan, dia rela menyerahkan nyawanya untuk melindungi. Filosofi China menggambarkan seekor anjing akan selalu mendengar berbagai keluhan dan kepedihan tuannya. Hewan itu akan memberi perlindungan demi keadilan. Mata dan telinganya tidak akan tertutup oleh pandangan sempit serta tidak terbelenggu oleh rantai apapun. Shio anjing adalah shio yang paling supel dan disenangi oleh shio lain. Anjing akan selalu berteman dan cocok dengan shio lain. Jika memang tidak ada yang cocok dalam set...

Bagi Saya, Ijen Tak Lagi Menenangkan

Gambar
Sebelum terakhir kemarin di puncak Ijen. Mendaki Ijen adalah pengalaman yang selalu akan terkenang karena penuh kesan indah untuk selalu bisa dibagi. Seingat saya, sudah tiga atau empat kali, jika boleh saya sebutkan mendaki. Padahal cuma berjalan kaki saja dengan beban yang tidak seberapa berat.  Namun pendakian pada 2001 adalah satu pengalaman yang sampai sekarang selalu saya banggakan serta diceritakan ke setiap orang. Bayangkan. Saat itu jalan menuju Pal Tuding, posko terakhir menuju kawah Ijen, masih harus ditempuh dengan berjalan kaki dari titik terakhir angkutan umum. Pondok Seng. Dibutuhkan waktu hampir enam jam lebih dari Pondok Seng ke Pal Tuding. Menyusuri jalan setapak yang aspalnya terkelupas tak karuan. Pondok Seng dan Pal Tuding adalah kata kunci pendakian ke kawah Ijen dari sisi selatan alias Kota Banyuwangi. 2001 selalu berkesan. Sepanjang perjalan enam jam itu kami tidak berhenti ditemani hujan. Basah kuyup hingga menembus baju ganti y...

Perkenalkan, Namanya Dua Jaya

Gambar
Saya cukup lamat mengingat keberadaan bengkel konvesional yang bergerak dalam bidang perban-an itu. Sudah 18 tahun saya tinggalkan, namun kondisinya masih tetap sama seperti 10 tahun pengalaman saya di sana. Jika anda melintasi Kota Genteng, Banyuwangi, Jawa Timur dari arah selatan. Jember-Banyuwangi, maka keberadaan bengkel itu mudah diketemukan. Usai jembatan Setail dari arah barat dan dari timur sebelum jembatan. Sudah dan mudahkan? Atau kalau anda masih kesusahan, langsung saja cari hotel Ramayana. Di sisi barat-lah bengkel itu berada. Di sana sejak 1994, sebelumnya dua kali berpindah. Pertama di depan kantor pengadaian Genteng yang sekarang menjadi Bank Mandiri. Karena pelebaran kota, bengkel dipindah ke barat terminal. Tapi dinilai tidak membawa keberuntungan, bengkel lantas pindah ke tempat ini sampai sekarang. Sebenarnya pemiliknya memberi nama bengkel khusus perban-an ini ‘Dua Jaya’. Namun semua orang kota kecil ini lebih nama pemiliknya ‘Subandi’. ...